Powered By Blogger
free counters

Followers

aspek pendidikan dan keefektifannya

Written By Dhani oktaviar on Tuesday, August 9, 2011 | 8:34 PM

Berbagai pemikiran mengenai taksonomi hasil pembelajaran  yang didasarkan pada tipe isi bidang studi telah berkembang dewasa ini. Bloom (1956) telah mengklasifikasi hasil pembelajaran  menjadi tiga, yaitu:
  1. Kognitif.
  2. Sikap.
  3. Psikomotorik
  • Kognitif: Ranah yang menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan ketrampilan intelektual.
  • Sikap: Ranah yang berkaitan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi.
  • Psikomotorik: Ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau ketrampilan motorik.

Ranah Kognitif

Bloom mengklasifikasi lebih lanjut ranah kognitif menjadi enam, dan tiap-tiap klasifikasi dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian klasifikasi yang lebih khusus. Semua klasifikasi diurut secara hirarkhis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam klasifikasi ranah kognitif Bloom adalah sebagai berikut:
  1. Pengetahuan
  2. Pemahaman
  3. Penerapan
  4. Analisis
  5. Sintesis
  6. Penilaian
  • Pengetahuan: Klasifikasi yang menekankan pada mengingat, apakah dengan mengungkapkan atau mengenal kembali sesuatu yang telah pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 
  • Pemahaman: Klasifikasi ini menekankan pada pengubahan informasi ke bentuk yang lebih mudah dipahami.
  • Penerapan: Menggunakan abstraksi pada situasi tertentu dan konkrit. Tekanannya adalah untuk memecahkan suatu masalah. 
  • Analisis: Memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci sehingga dapat dikenali fungsinya, kaitannya dengan bagian yang lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian.
  • Sintesis: Penyatuan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru dan unik.
  • Penilaian: Pertimbangan-pertimbangan tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu.
Gagne (1977;1985) mengklasifikasi hasil pembelajar-an menjadi lima, dan dari lima klasifikasi ini tiga di antaranya termasuk ranah kognitif. Ketiga klasifikasi yang termasuk ranah kognitif adalah:
  1. Ketrampilan intelektual
  2. Informasi verbal
  3. Strategi kognitif
Ketrampilan intelektual dikembangkan lagi menjadi lima kategori yang diurut dengan menggunakan hubungan prasyarat belajar:
  1. Diskriminasi
  2. Konsep konkrit
  3. Konsep abstrak
  4. Kaidah
  5. Kaidah tingkat tinggi 
Merrill (1983) mengembangkan suatu model pembelajaran  yang disebut dengan component display theory (CDT). Dalam model ini, hasil pembelajaran  diklasifikasi ke dalam dua dimensi: tingkat unjuk-kerja dan tipe isi. Klasifikasi ini hanya diterapkan dalam belajar ranah kognitif. Dimensi tingkat unjuk-kerja dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Mengingat
  2. Menggunakan
  3. Menemukan,
sedangkan tipe isi pembelajaran dibedakan menjadi empat, yaitu:
  1. Fakta
  2. Konsep
  3. Prosedur
  4. Prinsip

Ranah Kognitif

Bloom mengklasifikasi lebih lanjut ranah kognitif menjadi enam, dan tiap-tiap klasifikasi dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian klasifikasi yang lebih khusus. Semua klasifikasi diurut secara hirarkhis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam klasifikasi ranah kognitif Bloom adalah sebagai berikut: (Klasifikasi lengkap dapat diperiksa dalam lampiran 1)
  1. Pengetahuan
  2. Pemahaman
  3. Penerapan
  4. Analisis
  5. Sintesis
  6. Penilaian
  • Pengetahuan: Klasifikasi yang menekankan pada mengingat, apakah dengan mengungkapkan atau mengenal kembali sesuatu yang telah pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 
  • Pemahaman: Klasifikasi ini menekankan pada pengubahan informasi ke bentuk yang lebih mudah dipahami.
  • Penerapan: Menggunakan abstraksi pada situasi tertentu dan konkrit. Tekanannya adalah untuk memecahkan suatu masalah. 
  • Analisis: Memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci sehingga dapat dikenali fungsinya, kaitannya dengan bagian yang lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian.
  • Sintesis: Penyatuan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru dan unik.
  • Penilaian: Pertimbangan-pertimbangan tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu.
Gagne (1977;1985) mengklasifikasi hasil pembelajar-an menjadi lima, dan dari lima klasifikasi ini tiga di antaranya termasuk ranah kognitif. Ketiga klasifikasi yang termasuk ranah kognitif adalah:
  1. Ketrampilan intelektual
  2. Informasi verbal
  3. Strategi kognitif
Ketrampilan intelektual dikembangkan lagi menjadi lima kategori yang diurut dengan menggunakan hubungan prasyarat belajar:
  1. Diskriminasi
  2. Konsep konkrit
  3. Konsep abstrak
  4. Kaidah
  5. Kaidah tingkat tinggi 
Merrill (1983) mengembangkan suatu model pembelajaran  yang disebut dengan component display theory (CDT). Dalam model ini, hasil pembelajaran  diklasifikasi ke dalam dua dimensi: tingkat unjuk-kerja dan tipe isi. Klasifikasi ini hanya diterapkan dalam belajar ranah kognitif. Dimensi tingkat unjuk-kerja dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Mengingat
  2. Menggunakan
  3. Menemukan,
sedangkan tipe isi pembelajaran dibedakan menjadi empat, yaitu:
  1. Fakta
  2. Konsep
  3. Prosedur
  4. Prinsip
Kombinasi dimensi unjuk-kerja dan tipe isi melahirkan matriks dua dimensi, seperti telah diuraikan dalam Bab 2.

Ranah Sikap

Ranah sikap dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964). Dikemukakan ada lima klasifikasi ranah sikap, dan tiap klasifikasi dibagi lebih lanjut menjadi bagian-bagian yang lebih khusus. Kelima klasifikasi utama mereka adalah: (Klasifikasi lebih rinci ditunjukkan dalam lampiran 2)
  1. Menerima
  2. Merespon
  3. Menghargai
  4. Mengorganisasi
  5. Bertindak konsisten
  • Menerima: Ranah ini berkaitan dengan keinginan siswa untuk terbuka (atau, peka) pada perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada tingkat ini muncul keinginan menerima perangsang, atau, paling tidak, menyadari bahwa perangsang itu ada.
  • Merespon: Pada tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai respon pada perangsang. Tindakan-tindakan ini dapat disertai dengan perasan puas dan nikmat.
  • Menghargai: Penyertaan rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada perangsang, menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam situasi yang serupa. Pada tahap ini individu dikatakan menerima suatu nilai, dan mengembang-kannya, serta ingin terlibat lebih jauh ke nilai itu.
  • Mengorganisasi: Individu yang sudah secara konsisten dan berhasil menampilkan suatu nilai, pada suatu saat akan menghadapi situasi di mana lebih dari satu nilai yang bisa ditampilkan. Bila ini terjadi, maka individu akan mulai ingin menata nilai-nilai itu ke dalam suatu sistem nilai, menetukan keterkaitan antar nilai, dan menetapkan nilai mana yang paling dominan.
  • Bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Ini adalah tingkat tertinggi dari ranah sikap. Di mana individu akan berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang dijunjungnya.
Klasifikasi ranah afektif ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku tingkat yang lebih rendah merupakan prasyarat bagi perilaku tingkat yang lebih tinggi. Itulah sebabnya, ranah ini diurut dalam suatu garis kontinum dalam bentuk hirarkhis, dan pencapaiannya bersifat kumulatif. Mulai dari tahap pertama, yaitu menerima suatu nilai, keinginan untuk merespon, kepuasan yang didapat ketika merespon akan memunculkan penghargaan pada nilai itu, selanjutnya mengorganisasi nilai-nilai ke suatu sistem nilai yang sifatnya amat pribadi, dan akhirnya berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang dimiliki dan dijunjungnya.

Ranah Psikomotorik

Simpson (1966) mengembangkan klasifikasi ranah psikomotorik menjadi lima. Mulai dari tingkat yang paling rendah, yaitu persepsi, sampai pada tingkat penguasaan ketrampilan yang terpola. Simpson masih mempertanya-kan satu tingkat lagi setelah tingkat kelima, yaitu penyesuaian dan keaslian. Tingkat ini belum dimasukkan secara sistematik dalam klasifikasinya.
Klasifikasi ranah psikomotorik adalah sebagai berikut:
  1. Persepsi
  2. Kesiapan
  3. Respon terbimbing
  4. Mekanisme
  5. Respon terpola
  6. Penyesuaian dan Keaslian

  • Persepsi: Proses munculnya kesadaran tentang adanya objek dan karakteristik-karakteristiknya melalui indra.
  • Kesiapan: Pada tigkat ini, siswa siap untuk melakukan suatu tindakan, baik secara mental, fisik, atau emosional.
  • Respon terbimbing: Siswa melakukan tindakan dengan mengikuti suatu model. Ini dapat dilakukan dengan meniru model dan coba-gagal sampai tindakan yang benar dikuasai.
  • Mekanisme: Pada tingkat ini siswa telah mencapai tingkat kepercayaan tertentu dalam menampilkan ketrampilan yang dipelajari.
  • Respon terpola: Pada tingkat ini, siswa telah mencapai tingkat ketrampilan yang tinggi. Ia dapat menampilkan suatu tindakan motorik yang menuntut pola tertentu, dengan tingkat kecermatan dan/atau keluwesan, serta efisiensi yang tinggi.
  • Penyesuaian dan Keaslian: Tingkat ini masih dipersoalkan oleh Simpson, perlu dimasukkan atau tidak. Pada tingkat ini, siswa telah begitu trampil sehingga ia dapat menyesuaikan tindakannya untuk situasi-situasi yang menuntut persyaratan tertentu.  Ia juga dapat mengembangkan pola tindakan baru untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.
sumber : http://data.tp.ac.id/
8:34 PM | 0 comments | Read More

teori belajar dan pembelajaran

paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik

Dua aliran psikologi yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pembelajaran dewasa ini adalah aliran behavioristik dan kognitif. Aliran behavioristik  menekankan pada terbentuknya perilaku yang nampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran kognitif lebih menekankan pada pembentukan perilaku internal yang sangat mempengaruhi perilaku yang nampak tersebut.
Teori behavioristik dengan model hubungan Stimulus-Responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon (perilaku) tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill (pembiasaan) semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Hubungan S-R, individu pasif, perilaku yang nampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement, dan hukuman merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang sedang merajai praktek pembelajaran. Buktinya nampak jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi, yaitu pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) yang disertai dengan reinforcement atau hukuman.
Aliran kognitif  berupaya mendeskripsikan apa yang terjadi dalam diri seseorang ketika ia belajar. Teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru dengan jalan mengaitkannya dengan struktur informasi yang telah dimiliki. Belajar terjadi lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktifan mahasiswa menjadi unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Kini teori ini diakui memiliki kekuatan yang dapat melengkapi kelemahan dari teori behavioristik bila diterapkan dalam pembelajaran. Munculnya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), keterampilan proses, dan penekanan pada berpikir produktif merupakan bukti bahwa teori kognitif telah merambah praktek pembelajaran. Namun operasionalisasi dari teori ini nampak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan teori bahavioristik.
Bahasan  singkat ini berupaya mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan teori-teori ini dalam mengembangkan strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi, terutama dalam menata lingkungan belajar agar muncul prakarsa belajar dalam diri mahasiswa. Juga tentang unsur apa yang terpenting yang perlu ada dalam lingkungan belajar mahasiswa. Semuanya diarahkan agar mahasiswa dapat belajar dengan caranya yang terbaik sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.
Pembelajaran Behavioristik vs. Konstruktivistik
Pemecahan masalah-masalah belajar dan pembelajaran dewasa ini nampak sekali  bertumpu pada paradigma keteraturan sebagai lawan dari paradigma kesemrawutan. Belajar dan pembelajaran, di  Perguruan Tinggi,  nampak sekali didesain dengan menggunakan pendekatan keteraturan. Suatu pendekatan yang hingga kini diyakini sangat sahih oleh dosen.  Kajian ini mencoba melakukan pembedahan landasan konseptual dan teoretik paradigma keteraturan sekaligus dibandingkan dengan paradigma alternatifnya, yaitu kesemrawutan. Ini sangat urgen dilakukan dalam upaya untuk mencari pendekatan pemecahan masalah belajar dan pembelajaran yang lebih cocok di era yang telah berubah. Persoalan-persoalan, dan preskripsi pemecahannya juga dicoba untuk dideskripsikan meskipun masih terbatas pada tataran konsep, prosedur, dan prinsip. Artinya, belum menyentuh tataran operasional.
Bagian awal dari kajian akan mencoba membuat  perbandingan teori dan konsep yang melandasi paradigma keteraturan dan kesemrawutan untuk memecahkan masalah-masalah belajar dan pembelajaran.  Paradigma keteraturan dilandasi oleh teori dan konsep behavioristik, sedangkan paradigma kesemrawutan dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik (Brooks dan Brooks, 1993; Marzano, Pickering, dan McTighe, 1993). Kajian ini mencoba mengungkap perbedaan pandangan kedua teori ini mengenai belajar, pembelajaran, penataan latar belajar, tujuan dan strategi pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.
Analisis Komparatif Pandangan Behavioristik & Konstruktivistik
Belajar dan pembelajaran
Pandangan teori behavioristik dibandingkan dengan konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran
 ditunjukkan dalam tabel 1

Behavioristik
Konstruktivistik
  • Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
  • Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindah-kan pengetahuan ke orang yang belajar.
  • Mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh mahasiswa.
  • Fungsi mind adalah men-jiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.
  • Pengetahuan adalah non-objective, temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.
  • Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar mahasiswa Termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.
  • Mahasiswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergan-tung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
  • Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peris-tiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik.
 


sumber: http://data.tp.ac.id/artikel/23/Teori+Belajar+Dan++Pembelajaran.htm
8:27 PM | 0 comments | Read More

TINGKATKAN POTENSI ANAK DENGAN MEMBACA

Membaca sebagai salah satu sarana meningkatkan potensi anak
Wednesday, 12 September 2007

Orangtua sering sekali menutut anaknya untuk gemar membaca, tetapi kebanyakan mereka lupa bahwa minat baca anak tidak bisa datang dengan sendirinya. Minat baca harus di pupuk dari dalam keluarganya sendiri.

MEMBACA SEBAGAI SALAH SATU SARANA MENINGKATKAN POTENSI ANAK
Menurut Psikolog Dr. Rose mini,Mpsi, sesungguhnya setiap anak berbeda, tak ada anak yang sama meski dari rahim yang sama, yang perlu diyakini bahwa sejak dilahirkan anak sudah membawa berbagai potensi yang diturunkan kedua orangtuanya.
Orangtua sering sekali menutut anaknya untuk gemar membaca, tetapi kebanyakan mereka lupa bahwa minat baca anak tidak bisa datang dengan  sendirinya. Minat baca harus di pupuk dari dalam keluarganya sendiri. Menciptakan suasana gemar membaca dalam keluarga dengan melibatkan aktivitas anak yang berhubungan dengan buku adalah salah satu cara terbaik untuk membangkitkan minat baca anak.


Bacaan anak sebagai media pendidikan dapat menggugah dan mengembangkan potensi seorang anak, untuk itu tentu saja harus dipergunakan dan dibutuhkan bacaan yang baik. Bacaan yang baik harus diperkenalkan orangtua (orang dewasa) kepada anak dengan antusiasme, ini dapat tercapai kalau kita sendiri mengenal bacaan anak sehingga dapat membimbing anak, meskipun nantinya pilihan dapat kita serahkan pada mereka sendiri.


Lalu potensi apa saja yang dapat kita gugah dan kembangkan pada diri seorang anak? Bakat dan kreatifitas anak dapat dikembangkan misalnya melalui buku-buku yang mempunyai ilustrasi yang bagus. Melalui bagian cerita yang indah memungkinkan anak terdorong untuk menulis, membuat puisi, sehingga apresiasi mereka terhadap bahasa dapat ditingkatkan. Dengan membaca buku fiksi ilmiah, imajinasi anak dapat mengantisipasi teknologi masa depan.


Melalui buku-buku non-fiksi yang bersifat informasi maka wawasan anak tentang lingkungan bertambah dan ini dapat menolong mereka mengamati lingkungannya. Menggugah dan mengembangkan potensi anak serta pemahaman nilai-nilai dapat tercapai dengan baik, bila disekolah maupun di perpustakaan anak dibiasakan untuk memberikan tanggapan mengenai buku yang dibacanya. Misalnya dengan cara mendiskusikan sebuah buku atau cerita, mengajak anak-anak untuk banyak bertanya dan melontarkan pendapatnya, membandingkan ilustrasi buku atau diminta membuat ilustrasi buku yang di bacanya sesuai dengan interpretasi anak masing-masing, mendiskusikan bahasa yang dipakai pengarang dan sebagainya.


Peranan Ibu dan Bapak
Mungkin ibu dan bapak sudah mengetahui bahwa anak harus didekatkan pada buku sejak mereka masih kecil untuk membentuk mereka menjadi manusia yang berwatak, arif berwawasan dan berinteligensia tinggi di kemudian hari. Jadi jelaslah bahwa dalam kehidupan keluarga, minat dan kecintaan membaca seorang anak harus ditanamkan dan dimulai oleh ibu dan bapak. Ibu dan bapak harus dapat memberi contoh kepada anak-anaknya. Karena itu ibu dan bapak haruslah merupakan pribadi yang gemar membaca juga.


Menurut penelitian Prof. Benyamin Bloom (Jim Trelease, 1982) bahwa 50% kematangan intelegensia seorang anak tidak hanya suka meniru-niru suara-suara yang didengar di rumahnya (termasuk suara TV), mereka meniru perbuatan orang tuanya.
Beberapa saran yang digunakan untuk mendekatkan anak pada sastra:
1) Biasakan anak-anak bergaul dan dikelilingi buku dirumah sejak mereka belum bersekolah (masa prasekolah).
2) Kita dapat memperkenalkan sastra pada anak-anak sebelum mereka dapat membaca dengan cara membacakan buku yang baik dan sesuai untuk anak prasekolah.
3) Tidak benar bahwa membacakan cerita pada anak akan mematikan inisiatifnya untuk dapat membaca sendiri. Justru sebaliknya, anak akan suka membaca dan lebih cepat dapat membaca, karena anak terbiasa melihat huruf dan kata-kata.
4) Janganlah segera berhenti membacakan cerita pada anak segera setelah mereka dapat membaca sendiri.
5) Ibu dan bapak haruslah mau meluangkan waktu untuk bercerita atau membacakan buku pada anak secara teratur setiap hari..
6) Carilah waktu saat ibu  bapak dan anak sama-sama dalam keadaan  santai.
7) Hal lain yang perlu diajarkan pada anak adalah belajar merawat dan menyayangi buku.
8) Janganlah memberikan buku yang sarat dengan pesan-pesan moral, karena anak akan bosan dan tidak mau membacanya.

Langkah Menciptakan Suasana Membaca
1) Fisik: Ruang yang bersih, terasa lega dimana buku-buku disusun secara rapi dan teratur serta terawat bersih maka dengan sendirinya mengajar anak untuk mencintai dan menyukai memasuki suatu ruangan yang disebut sebagai perpustakaan.
2) Mental: Ibu dan bapak tidak hanya mengajar membaca, tetapi juga memotivasi anak menyukai membaca dan menjadi pembaca yang baik.
3) Sarana: Anak harus dikelilingi dengan buku. Oleh karena itu, dirumah harus mempunyai banyak koleksi buku yang mudah didapat. Selain buku idealnya juga tersedia film strip, video, film yang isinya berhubungan dengan bacaan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Mendongeng dan Minat Membaca, DR. Murti Bananta, SS; MA, Jakarta : 2004
Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak, Deborah K. Parker, M.Ed, Jakarta : 2006

sumber: http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=36&dir=1&idStatus=0
8:05 PM | 0 comments | Read More

PENGEMBANGAN SPEKTRUM PENDIDIKAN KESETARAAN


Oleh : Dra. IVO YANI

Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Adapun visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sistem pendidikan nasional tersebut diharapkan berlaku bagi semua peserta didik, baik peserta didik usia sekolah maupun orang dewasa yang karena suatu sebab tidak berkesempatan mengikuti pendidikan formal.
Pendidikan Kesetaraan merupakan suatu bentuk realisasi dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa salah satu jalur pendidikan adalah pendidikan nonformal. Di samping itu pasal 26 ayat (6) UUSPN tersebut menyatakan bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Seiring dengan perkembangan pendidikan nonformal, pendidikan kesetaraan mengalami beberapa fase perkembangan antara lain:
1. Tahun 1991-2000 pengembangan Paket A, dan Paket B dengan hasil ujian nasional pertama untuk Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs;
2. Tahun 2001 pelaksanaan ujian nasional Paket C setara SMA/MA;
3. Tahun 2003 pendidikan kesetaraan dicantumkan dalam Undang-undang Sisdiknas. Hasilnya pendidikan kesetaraan Paket A dan Paket B menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan peserta ujian nasional Paket C meningkat sampai 50%. Untuk mendukung program tersebut diselenggarakan pelatihan tutor dan master training.
4. Tahun 2004 pengesahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan perluasan akses lintas departemen hasilnya pengintegrasian kurikulum kecakapan hidup, pengembangan Paket B plus voucher untuk pemuda penganggur dan perjanjian kesepakatan (MoU) dengan Departemen Pertanian, Departemen Agama, Departemen Kelautan, Departemen Kehakiman dan HAM.
5. Tahun 2005 sampai 2008 diarahkan pada pendidikan kesetaraan, dengan menyelenggarakan proses pembelajaran yang berorientasi terhadap pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan tiga pendekatan yaitu : materi ajar yang bermuatan literacy dan life skill dengan pengorganisasian materi secara tematik, proses pembelajaran yang bersifat induktif dan penilaian kompetensi.
Pendidikan kesetaraan berfungsi menguatkan (reinforcement) kreativitas dan produktivitas yang telah menyatu dan berkembang pada diri setiap peserta didik melalui pembelajaran kecakapan hidup. Pelaksanaan pendidikan kesetaraan perlu dikembangkan sejalan dengan tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat dan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Hal itu dapat dilakukan melalui pengembangan spektrum pendidikan kesetaraan. Spektrum pendidikan kesetaraan adalah suatu program yang menggambarkan kegiatan pendidikan bermuatan akademik, vicational skill, dan terintegrasi keduanya yang didasarkan pada kebutuhan sasaran. Spektrum pendidikan kesetaraan membuka jalan menuju pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge base) dan berbasis ekonomi (economy base).
Berdasarkan pemahaman sejarah perkembangan program pendidikan kesetaraan, maka Direktorat Pendidikan Kesetaraan mengembangkan 3 (tiga) spektrum pendidikan kesetaraan yaitu: (1) Kesetaraan Murni Akademik (KMA), diselenggarakan bagi mereka yang hanya membutuhkan kompetensi akademik dan memperoleh ijazah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Spektrum ini cocok untuk peserta didik usia sekolah dan dalam kerangka penuntasan program wajar dikdas 9 tahun. Secara operasional spektrum ini diselenggarakan melalui pola transformasi pembelajaran akademik dengan pilihan sistem reguler, terbuka, dan akselerasi. (2) Kesetaraan Integrasi Keterampilan (KIK), menyajikan dua menu sekaligus, dan ini merupakan model paling ideal dalam implementasi spektrum pendidikan kesetaraan. Hal ini dapat diselenggarakan bagi mereka yang membutuhkan kompetensi akademik dan juga membutuhkan kompetensi keterampilan (vokasi) dan kepribadian untuk kehidupan sehari-hari dan atau memperoleh pekerjaan serta bekerja/berusaha mandiri. Peserta didik dapat memperoleh ijazah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu mereka juga dapat memperoleh sertifikat kompetensi keterampilan tertentu. Spektrum ini diselenggarakan melalui transformasi pembelajaran akademik yang terintegrasi keterampilan dengan pilihan sistem reguler dan akselerasi. (3) Kesetaraan Murni Keterampilan (KMK), diselenggarakan bagi mereka yang hanya membutuhkan kompetensi keterampilan dan kepribadian untuk persiapan bekerja pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI) atau berusaha mandiri. Ini memungkinkan bagi peserta didik pendidikan kesetaraan yang telah menyelesaikan pembelajaran akademik dengan sistem akselerasi atau peserta didik yang telah menyelesaikan pembelajaran akademik di jalur pendidikan formal kemudian pindah jalur ke pendidikan kesetaraan. Spektrum ini diselenggarakan melalui transformasi pembelajaran keterampilan dengan sistem reguler berdasarkan standar kompetensi keterampilan yang dipilih.
Ketiga spektrum tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Dengan mempertimbangkan kondisi umum yang terjadi di lapangan, maka perlu dikembangkan komponen-komponen program pendidikan kesetaraan dalam ketiga spektrum berikut:
KOMPONEN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN
Spektrum
Tujuan
Sasaran
Kurikulum
Bahan Ajar
Pendidik
Hasil
Kesetaraan Murni Akademik (KMA)
Peningkatan kualitas akademik
Usia wajar Pegawai lainnya
80% akademik 20% keterampilan
Modul mata pelajaran
Modul KF-KP sesuai KTSP
Tutor mata pelajaran dan keterampilan
Peserta didik berijazah
Kesetaraan Integrasi Keterampilan (KIK)
Peningkatan kualitas akademik dan kompetensi kerja
Usia wajar
Usia dewasa
50% akademik
50% keterampilan
Modul tematik
Modul KF-KP sesuai KTSP, Modul keteram-pilan sesuai kebutuhan
Fasilitator pembelajaran dan instruktur keterampilan serta tutor pembelajaran
Peserta didik ber-ijazah & bersertifi-kat kom-petensi
Kesetaraan Murni Keterampilan (KMK)
Peningkatan kompetensi kerja
Lulus/ berijazah:
Paket B
Paket C
20% akademik
80% keterampilan
Modul keteram-pilan merujuk pada standar kompetensi khusus, nasional, dan internasional
Instrukur keterampilan dan training provider
Berserti-fikat kompe-tensi dan bekerja
Ketiga pola pendidikan kesetaraan di atas diharapkan dapat membawa perubahan mendasar pada program kesetaraan. Kalau pada awalnya pola kesetaraan hanya bertujuan menghasilkan lulusan Paket A, B, dan C, yang setara dengan SD, SLTP, dan SLTA tanpa memperhatikan keberadaan masing-masing peserta didik, dengan pola yang baru diharapkan setiap Paket A, B, dan C, harus memiliki kebisaan yang siap bersaing dengan lulusan sendiri maupun sekolah yang setara dari sekolah formal.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan kesetaraan Paket A adalah 100% menunjang kelulusan, dan termasuk di dalamnya disinggung pengenalan kebisaan. Program Paket B perbandingannya adalah 50% kecakapan akademik dan 50% kecakapan keterampilan, artinya 50% proses pembelajaran menunjang kebisaan yaitu menyiapkan peserta didik dengan kebisaan dasar sebagai bekal untuk bekerja dan atau melanjutkan pendidikan pada Paket C keterampilan. Pendidikan kesetaraan program Paket C1 diberikan keluasan pada porsi akademik yaitu perbandingannya 80%:20%, C2 perbandingannya adalah 50% akademik dan 50% keterampilan. Sedangkan spektrum pendidikan kesetaraan C3 lebih diutamakan dan difokuskan pada keterampilan sehingga perbandingan kecakapan akademik dengan keterampilan adalah 20%:80%. Penempatan peserta didik pada jenjang dan jenis spektrum pendidikan kesetaraan bergantung kepada hasil tes penempatan. Secara ringkas dapat dijelaskan, bahwa pola pendidikan Paket A, B, dan C menitikberatkan pada penguasaan ilmu dan pengetahuan serta kebisaan khusus untuk bermata pencaharian, dengan harapan apabila seorang peserta didik menyelesaikan Paket A, B, dan C, mereka sudah langsung memiliki mata pencaharian tanpa menggantungkan diri pada yang lain.
Pendidikan Kesetaraan dengan tiga spektrum, memiliki target bahwa pada permulaan tahun 2009 akan dilaksanakan 2 (dua) spektrum yaitu spektrum Paket B 50% pengetahuan dan 50% kebisaan, dan Paket C dengan 20% pengetahuan dan 80% kebisaan, tanpa menghiraukan kelulusan namun mereka bisa masuk dunia kerja. Sedang spektrum Paket A akan dilaksanakan secara pelan namun meyakinkan, karena Paket A akan dilaksanakan dengan model bukan untuk mata pencaharian meskipun pada akhirnya akan mengarah kepada bermata pencaharian. Pada permulaan tahun 2009, diharapkan akan dapat dimulai Paket A, B, dan C dengan 2 spektrum. Dengan pola ini diharapkan paket A, B, dan C tidak akan menghasilkan lulusan yang pandai saja melainkan lulusan yang pandai dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA:
Direktorat Pendidikan Kesetaraan. 2009. Executive Summary Spektrum Pendidikan Kesetaraan. Jakarta.
Permendiknas RI No. 3 Tahun 2008 Tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan.
UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
7:52 PM | 0 comments | Read More

Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia


Arti Penting Pendidikan Bagi Manusia
(Membangun Pendidikan untuk Mewujudkan Manusia Indonesia berkualitas)
Oleh Falmersius L.Gaol, S.Sos.
(Pamong Belajar BP-PLSP Regional – I Medan)

Pendahuluan
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh  pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di Indonesia.

Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad “pencerahan” (renaisance) di eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini;
  Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan.
  Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan.
  Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi,
  Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.

Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan kepada seluruh  bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)
5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian  yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain:

  • Memiliki dan bangga berkompetensi, yakni memiliki Ilmu pengetahuan
  • Bangga berdisiplin
  • Tahan mental menghadapi kesulitan hidup
  • Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)
  • Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah
  • Bangga bertanggung jawab
  • Terbiasa bekerja keras
  • Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya
  • Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)
  • Hormat pada aturan
  • Menghormati hak-hak orang lain
  • Memiliki moral dan etika yang baik
  • Mencintai pekerjaan
  • Suka menabung

Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.

Sasaran Pendidikan Indonesia
 Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, akan mewujudkan pendidikan Indonesia sebagai proses pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya. Pernyataan itu akan termanifestasikan dalam 3 hal yaitu:
1. Penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
2. Estetika (Seni)
3. Moral dan Etika
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan itu tidaklah sekedar transfer of knowledge. Pendidikan itu juga harus belajar tentang behaviour, etika-moral dan mental anak didik.

 Presiden R.I. Susilo Bambang Yudhoyono, pada acara Hari Anak Nasional, mengatakan Bahwa Bangsa yang pendidikannya jelek tidak maju, Bangsa yang maju adalah bangsa yang produktif, inovatif, dan cerdas, di samping memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, sehat jasmani dan rohani dan rukun satu sama lain.
Wakil Presiden Yusuf  Kalla, dalam menyikapi pro dan kontra tentang standarisasi Ujian Nasional (UN) menegaskan, Anak-anak yang yang telah belajar keras dan sungguh-sungguh tidak boleh disamakan dengan anak-anak yang malas,hal itu tidak benar,  karena negara Indonesaia tidak dibangun dengan kemalasan, namun harus dengan kerja keras.
 Tentunya,tujuan dan sasaran pendidikan di atas akan dapat tercapai melalui peran aktif semua pihak yang terlibat yakni orangtua, tenaga pendidik, siswa-siswi, pemerintah, dan  masyarakat, serta keberadaan dana pendidikan yang cukup pula. Di Indonesia, proses pendidikan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, sehingga apa yang menjadi sasaran pendidikan tersebut belum dapat diwujudkan. Keadaan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, jumlah penduduk yang sangat besar, kondisi geografis Indonesia yang luas serta belum maksimalnya peran serta seluruh komponen bangsa menjadi kenyataan yang dapat memperlambat proses pembangunan pendidikan nasional. Namun berbagai upaya signifikan telah dilakukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan pendidikan nasional, penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maupun APBD (Sesuai pasal 31 ayat 3 UUD 1945) menjadi indikator utama dimulainya percepatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia, pembenahan kurikulum nasional, penataan mutu tenaga pendidik yang simultan dilakukan diharapkan akan membawa perubahan ke arah terciptanya manusia Indonesia yang berpendidikan baik, bermoral, dan berdaya saing tinggi.

PenutupPendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan âterlahir manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi bercirikan  high competition. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai tampak dengan adanya prestasi anak-anak bangsa pada tingkat internasional. Perolehan medali pada berbagai event sains tingkat dunia, peningkatan rating Human Development Index (HDI) manusia Indonesia, pemberantasan buta aksara yang gencar dilakukan baik melaui jalur pendidikan fomal terutama oleh jalur pendidikan nonformal, penanggulangan angka putus sekolah melalui program pendidikan kesetaraan untuk mensukseskan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun dan juga upaya pemberian kecakapan dan keterampilan hidup kepada masyarakat, upaya meningkatan minat baca masyarakat sampai ke pelosok desa, menjadi usaha dan prestasi nyata yang telah dan akan tetap kita lakukan kita torehkan saat ini. Prestasi terbaru pendidikan Indonesia adalah masuknya 4 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) nasional ke dalam kelompok 500 perguruan tinggi terbaik dunia. Melihat kesungguhan yang begitu besar dari pemerintah, maka sudah selayaknya kita sebagai anak bangsa, terutama yang bergerak pada sektor pendidikan, baik formal, nonformal, maupun in-formal, menyatukan  langkah dan pikiran untuk bersama-sama membantu pemerintah meningkatan pendidikan nasional untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti yang baik demi terwujudnya tujuan negara Indonesia yakni masyarakat Indonesia yang adil dan makmur

sumber: http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=24&dir=1&idStatus=0
7:47 PM | 0 comments | Read More

paradigma pendidikan - John Locke dan Robert Owen


A. Pendahuluan
John Locke dan Robert Owen merupakan salah satu dari begitu banyak tokoh yang sudah memberikan pemikirannya tentang perkembangan pendidikan di dunia. Kedua tokoh ini masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda dalam pendidikan dan perkembangan individunya.
      John Locke lahir pada tahun 1632 di Wrington Inggris,Dibesarkan oleh ayah yang seorang pengacara yang bekerja sebagai juru tulis hakim di Somersetshire dan menjadi kapten angkatan angkatan bersenjata di Long Parliament selama pemerintahan Raja Charles I. Pada  Tahun 1646, pada waktu John Locke berusia 14 tahun dia diterima di Westminster School, dimana selama 6 tahun ia mencurahkan perhatiannnya pada pelajaran bahasa latin dan Yunani, disamping pelajaran-pelajaran lainnya yang diberikan disekolah-sekolah menengah.
      Pada tahun 1652 ia diterima di Christ Church College, Universitas Oxford, disini ia mempelajari retorika bahasa, filasafat moral, ilmu ukur, fisika, bahasa Latin, Arab, dan Yunani. Ia mendapatkan gelas sarjana mudanya pada tahun 1656 dan sarjana penuh pada tahun 1658. Pada Tahun 1660 ia memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa senior, selain itu diberikan hak istimewauntuk tetap di universitas tersebut untuk selama-lamanya. Dengan beasiswa tersebut, ia bekerja sebagai pembimbing untuk mata pelajaran retorika, bahasa Yunani dan filasafat.
      Pada Tahun 1665 ia menjadi sekretaris misi diplomatic kerajaan Inggris di Brandenburg, dan pada tahun 1666 kembali lagi ke Ingggris dan mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, sejak Locke menyembuhkan salah satu duta inggris, ia mulai bekerja untuk pemerintahan. Dana sejak saat itu perkembangan pandangan-pandangannya terhadap berbagai masalah mulai terangkat dan terpublikasikan.
      Robert Owen lahir 1771 di daerah North Wales, ia adalah seoarang anak yang cepat dewasa dan berasal dari keluarga golongan menengah, ayahnya adalah soerang pengusaha besi dam kepala kantor pos, ia selalu menghargai pendapat maupun pribadi anak-anaknya. Tetapi, tetap menjalankan disiplin serta menentang penghukuman badan terhadap anak-anaknya.
      Owen mendapatkan pendidikannya di sekolah di kotanya dan meniti karir bisnisnya tetap dikotanya. Sejak ia memiliki pabrik di New Lanark, ia melakukan berbagai perbaikan dalam bidang usahanya dengan mengurangi hari kerja buruh, dan menolak mempekerjakan anak-anak dibawah 10 tahun. Di tempat itulah dia menyadari bahwa kemiskinan sangat terlihat jelas, yang kemudian membuat dia bergerak dengan mengadakan perbaikan rumah-rumah buruh, memperhatikan kesejahteraan keluarga dan anak-anak buruh, Di tempat ini pula Owen mulai memunculkan gagasan-gagasan tentang kesejahteraan buruh,dan pendidikan.
      Namun dalam perkembangnnya, Owen sendiri jatuh miskin dikarenakan pemikiran dan tindakannya untuk memulai perkembangan kota tempat pabrik Owen. Hal ini dikarenakan masyarakatnya belum siap untuk memulai konsep yang ditawarkan oleh Owen sehingga dikalahkan oleh mayoritas masayarakat kota tersebut.
B. Pemikiran-pemikiran John Lock dan Robert Owen
      Kedua tokoh tersebut sama-sama telah membuat pandangan baru dalam dunia pendidikan, yang tadinya pendidikan masih dilaksanakan dengan kolot, dengan adanya konsep pemikiran mereka ada perkembangan yang sampai saat ini masih relevan untuk diaplikasikan.
      Pandangan pendidikan John Locke yang terkenal adalah konsep TABULA RASA atau lembaran kosong, yaitu dimana dianggap bahwa orak adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan menyerapnya melalui panca indera berbagai gagasan sederhana dan kemudian digabungkan atau dihubungkan untuk membentuk suatu pemikiran yang berkaitan.
      Penerapan tabula rasa oleh John Locke ditunjukkan dalam pandangannya mengenai pembedaan yang jelas antara pendidikan dan perolehan (melalui penggabungan) informasi verbal yang semata-mata hanya untuk diingat dan diulangi. Ia menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan badan dan pikiran individu agar ia sukses dalam hidupnya.
      Menurut Locke, sasaran pendidikan itu sendiri adalah membentuk akan sehat dalam tubuh yang sehat dan otak yang sehat dalam pikiran. Tubuh dan pikiran anak kecil membutuhkan bimbingan dan disiplin yang ketat untuk mengajarinya agar dapat menahan kesukaran atau ketidakpuasan dan membentuk gabungan antara kebiasaan berpikir secara benar dan tingkah laku yang baik. Setelah anak tersebut besar dan menunjukkan kemampuannya dalam mengendalikan dorongan alamiah serta keinginannya, ia harus diberi kebebasan lebih besar untuk memutuskan segalanya dengan caranya sendiri.
      Locke mengatakan bahwa orang tua dan pembimbing harus menjadi contoh, memperlihatkan sifat-sifat kepribadiannya yang prima, seperti misalnya kebaikan, pendidikan yang baik, dan hal-hal lain yang dihormati serta sering ditiru oleh anak-anak. Seorang anak yang mencoba untuk mencontoh hal-hal diatas harus didorong, dipuji, diperbaiki, atau ditegur atau dibimbing jika perlu, tetapi jangan terlalu dibebani oleh kritik-kritik yang berlebihan atau tugas yang tak berguna.
      Locke juga menganjurkan agar tidak mengisi kepala anak-anak dengan “sampah” karena mereka tidak akan memikirkan hal tersebut lagi “selama hidupnya”. Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati, “diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya.             Belajar dari pengalaman jauh lebih baik dibandingkan dengan belajar dari buku-buku, tetapi membaca dan pengajaran bahasa juga tidak boleh diabaikan
Menurut Locke, terdapat  perbedaan kemampuan diantara anak-anak dalam belajar dan mengembangkan kekuatan jasmani dan rohani, juga dalam hal minat serta pilihan pelajaran dan kegiatan-kegiatan tertentu. Perbedaan individu ini harus diamati dan dihargai. John Locke juga mengkritik berbagai kurikulum-kurikulum sekolah yang selalu berusaha membentuk murid-muridnya untuk menjadi sesuatu untuk karirnya. Dia berpendapat bahwa lebih baik murid-murid itu dibiarkan mencari sendiri apa yang diinginkannya sehingga berbagai pengalaman dapat dia dapatkan sendiri dan dapat dipahami.
Pandangan Robert Owen mengenai pendidikan menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan adalah pengembangan sikap moral. Anak-anak oleh owen diibaratkan sebagai plastic yang mudah dibentuk, berbudi luhur dan cerdas bila mendapat pendidikan yang tepat mulai dari masa kanak-kanak, mereka nantinya akan membentuk kebiasaan-kebiasaan baik dan akan mencegah atau membasmi segala kejahatan sosial serta akan menyempurnakan masyarakat dimana mereka berada.
Owen sangat menegaskan bahwa pendidikan yang tepat akan membentuk sifat manusia tersebut, sehingga dia memberikan masukan bahwa setiap orang, baik miskin atau kaya, harus mendapatkan pendidikan yang baik. Mengenai pendidikan, owen juga memberikan beberapa klasifikasi usia mengenai pola pendidikan. Sebagai contoh, untuk usia kanak-kanak hingga 10 tahun, Owen menekankan untuk memberikan pengalaman dengan binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda lainnya dilingkungan alam mereka. Ia juga menegaskan untuk tidak memberikan buku pada anak-anak usia mereka, karena lebih baik mengahadapi sesuatu secara langsung dari pada lewat buku. Pengalaman hidup anak-anak akan menjadi dasar bagi mereka untuk mempelajari kehidupan nyata
Dalam pembelajarannya, anak-anak juga harus didorong untuk mewujudkan minat mereka dibawah bimbingan guru yang terlatid, mencintai dan menghargai mereka, dan selalu kooperatif dengan anak-anak dalam permainan dan studi. Robert Owen secara tidak langsung juga telah menerapkan atau membuat kurikulum untuk setiap usia, yang juga hampir sama dengan beberapa pandangan pendidikan beberapa tokoh.
 Namun Owen memperbaiki yang salah satu adalah, dalam pendidikan tidak boleh memaksakan penghafalan tentang suatu buku atau menolak teori untuk menyuruh  murid lebih tua untuk mengajari yang muda, menolak sekolah sebagai tempat doktrinasi dan mensteriotipkan guru hanya kepada kaum perempuan saja. Selain itu ia juga menganjurkan kebebasan berpendapat maupun disiplin diri secara demokratis dan spontanitas yang dianggapnya sebagai cara belajar paling baik bagi anak-anak.
C. Kesimpulan Perbandingan Pandangan John Locke dan Robert Owen
Dari apa yang ditulis diatas, didapatkan beberapa pandangan-pandangan mengenai pendidikan oleh John Locke dan Robert Owen, dan  dapat diambil beberapa kesimpulan yatiu:
  1. Pada dasarnya pandangan mereka tentang pendidikan relative sama, namun John dalam hal ini hanya lebih menekankan bahwa pendidikan berasal dari pengalaman hidup dalam hidup manusia. Sedangkan Robert Owen lebih menegaskan bahwa pendidikan harus diambil dalam bangku sekolah namun sudah ada kurikulum dengan jelas untuk setiap tingkatan usia.
  2. Pandangan John Locke mengenai sekolah dengan Robert Owen sudah bertolak belakang. Karena John Locke lebih setuju untuk membiarkan anak memilih apa yang diinginkan tanpa harus memberikan lebih dalam, sedangkan Robert Owen menegaskan bahwa anak diberikan bekal pengetahuan di bangku sekolah untuk masa depan.
  3. Robert Owen memandang bahwa pendidikan yang tepat adalah diberikan oleh orang-orang yang terlatih, namun John Locke tidak sepakat dengan “konsep sekolah”.



DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paolo, dan Ira Shor.2001. Menjadi Guru Merdeka: Petikan Pengalaman. LKIS: Yogyakarta
H.A.R. Tilaar, Prof, Dr, M.Sc.Ed.2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Rineka Cipta: Jakarta
Smith, Samuel, Ph.D, 1986. Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Bidang Pendidikan. Bumi Aksara:

7:37 PM | 0 comments | Read More