Powered By Blogger
free counters

Followers

SEJARAH KIMIA

Written By Dhani oktaviar on Saturday, June 19, 2010 | 6:10 PM


Sejarah kimia dimulai lebih dari 4000 tahun yang lalu dimana bangsa Mesir mengawali dengan the art of synthetic "wet" chemistry. 1000 tahun SM, masyarakat purba telah menggunakan tehnologi yang akan menjadi dasar terbentuknya berbagai macam cabang ilmu kimia. Ekstrasi logam dari bijihnya, membuat keramik dan kaca, fermentasi bir dan anggur, membuat pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan kimia dari tumbuhan untuk obat-obatan dan parfum, membuat keju, pewarna, pakaian, membuat paduan logam seperti perunggu.

Mereka tidak berusaha untuk memahami hakikat dan sifat materi yang mereka gunakan serta perubahannya, sehingga pada zaman tersebut ilmu kimia belum lahir. Tetapi dengan percobaan dan catatan hasilnya merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan.

Para ahli filsafat Yunani purba sudah mempunyai pemikiran bahwa materi tersusun dari partikel-partikel yang jauh lebih kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atomos). Namun konsep tersebut hanyalah pemikiran yang tidak ditunjang oleh eksperimen, sehingga belum pantas disebut sebagai teori kimia.

Ilmu kimia sebagai ilmu yang melibatkan kegiatan ilmiah dilahirkan oleh para ilmuwan muslim bangsa Arab dan Persia pada abad ke-8. Salah seorang bapak ilmu kimia yang terkemuka adalah Jabir ibn Hayyan (700-778), yang lebih dikenal di Eropa dengan nama Latinnya, Geber. Ilmu yang bari itu diberi nama al-kimiya (bahasa Arab yang berarti “perubahan materi”). Dari kata al-kimiya inilah segala bangsa di muka bumi ini meminjam istilah: alchemi (Latin), chemistry (Inggris), chimie (Perancis), chemie (Jerman), chimica (Italia) dan kimia (Indonesia).

Sejarah kimia dapat dianggap dimulai dengan pembedaan kimia dengan alkimia oleh Robert Boyle (1627–1691) melalui karyanya The Sceptical Chymist (1661). Baik alkimia maupun kimia mempelajari sifat materi dan perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan alkimiawan, kimiawan menerapkan metode ilmiah.

Pada tahun 1789 terjadilah dua jenis revolusi besar di Perancis yang mempunyai dampak bagi perkembangan sejarah dunia. Pertama, revolusi di bidang politik tatkala penjara Bastille diserbu rakyat dan hal ini mengawali tumbuhnya demokrasi di Eropa. Kedua, revolusi di bidang ilmu tatkala Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) menerbitkan bukunya, Traite Elementaire de Chimie, hal ini mengawali tumbuhnya kimia modern. Dalam bukunya Lavoisier mengembangkan hukum kekekalan massa. Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869.
6:10 PM | 0 comments | Read More

EVALUASI KURIKULUM

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tulisan ini akan membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi kurikulum dan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan  evaluasi kurikulum.  
 
A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum            
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang  suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi  dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Sedangkan  pengertian kurikulum adalah :
a.       Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional);
b.      Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang  digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan  kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).
c.       Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
d.      Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e.       Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. 
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.

B.     Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi  kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan  apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka  penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area – area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat  menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi sumatif.

C.     Masalah dalam Evaluasi Kurikulum Norman dan Schmidt 2002 mengemukakan ada beberapa kesulitan dalam penerapan evaluasi kurikulum , yaitu : 
  1. Kesulitan dalam pengukuran
  2. Kesulitan dalan penerapan randomisasi dan double blind
  3. Kesulitan dalam menstandarkan  intervensi dalam pendidikan.
  4. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.
Penulis mencoba menganalisa masalah yang dihadapi dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu :
1.      Dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemahDasar teori yang melatarbelakangi kurikulum lemah akan mempengaruhi evaluasi kurikulum tersebut. Ketidakcukupan teori dalam mendukung penjelasan terhadap hasil intervensi  suatu kurikulum yang dievaluasi akan membuat penelitian (evaluasi kurikulum) tidak baik. Teori akan membantu memahami kompleksitas lingkungan pendidikan yang akan dievaluasi. Contohnya Colliver mengkritisi bahwa Problem Based Learning (PBL) tidak cukup hanya menggunakan teori kontekstual learning untuk menjelaskan efektivitas PBL. Kritisi ini ditanggapi oleh Albanese dengan mengemukakan teori lain yang mendukung PBL yaitu, information-processing theory, complex learning, self determination theory. Schdmit membantah bahwa sebenarnya bukan teorinya yang lemah akan tetapi kesalahan terletak kepada peneliti tersebut dalam memahami dan menerapkan teori tersebut dalam penelitian. 
 2.      Intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan BlindedDalam penelitian pendidikan khususnya penelitian evaluasi kurikulum, ditemukan kesulitan dalam menerapkan metode blinded dalam melakukan intervensi pendidikan. Dengan tidak adanya blinded maka subjek penelitian mengetahui bahwa mereka mendapat intervensi atau perlakuan sehingga mereka akan melakukan dengan serius atau sungguh-sungguh. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan bias dalam penelitian evaluasi kurikulum.
3.      Kesulitan dalam melakukan randomisasi Kesulitan melakukan penelitian evaluasi kurikulum dengan metode randomisasi dapat disebabkan karena subjek penelitian yang akan diteliti sedikit atau kemungkinan hanya institusi itu sendiri yang melakukannya. Apabila intervensi yang digunakan hanya pada institusi tersebut  maka timbul pertanyaan, “apakah mungkin mencari kelompok kontrol dan randomisasi?”.
4.      Kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan/kesulitan dalam menseragamkan intervensi.Dalam dunia pendidikan sulit sekali untuk menseragamkan sebuah perlakuan cotohnya penerapan PBL yang mana memiliki berbagai macam pola penerapan. Norman (2002) mengemukakan tidak ada dosis yang standar atau fixed dalam intervensi pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di biomed seperti pengaruh obat terhadap suatu penyakit, yang mana dapat ditentukan dosis yang fixed. Berbeda dengan penelitian evaluasi kurikulum misalnya pengaruh PBL terhadap kemamuan Self Directed Learning (SDL). Penerapan PBL di berbagai FK dapat bermacam-macam. Kemungkinan penerapan SDL dalam PBL di FK A 50 % , sedangkan di    FK B adalah 70 % , maka apabila mereka dijadikan subjek penelitian maka tentu saja pengaruh PBL terhadap SDL akan berbeda.
5.      Masalah Etika penelitianMasalah etika penelitian merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Penerapan intervensi dengan metode blinded dalam penelitian pendidikan sering terhalang dengan isu etika. Secara etika intervensi tersebut harus dijelaskan kepada subjek penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Padahal apabila suatu intervensi diketahui oleh subjek penelitian maka ada kecendrungan subjek penelitian melakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penelitian tidak berjalan secara alamiah.Pengaruh hasil penelitian terhadap institusi juga perlu dipertimbangkan. Adanya prediksi nantinya pengaruh hasil penelitian yang akan menentang kebijaksanaan institusi dapat mengkibatkan kadangkala peneliti menghindari resiko ini dengan cara menghilangkan salah satu variable dengan harapan hasil penelitian tidak akan menentang kebijaksanaan. 
6.      Tidak adanya pure outcomeOutcome yang dihasilkan dari sebuah intervensi pendidikan seringkali tidak merupakan outcome murni dari intervensi tersebut. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor penganggu yang mana secara tidak langsung berhubungan dengan hasil penelitian. Postner dan Rudnitsky, 1994 juga mengemukakan dalam outcome based evaluation terdapat informasi mengenai main effect dan side effect sehingga kadangkala peneliti kesulitan membedakan atara main effect dan side effect ini.
7.      Kesulitan mencari alat ukurEvaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. 
8.      Penggunaan Perspektif kurikulum yang berbeda sebagai pembandingPostner mengemukakan ada lima perspektif dalam kurikulum yaitu traditional, experiential, Behavioral, structure of discipline dan constructivist. Masing-masing perspektif ini memiliki tujuannya masing-masing. Dalam melakukan evaluasi kurikulum kita harus mengetahui perspektif kurikulum yang akan dievaluasi dan perspektif kurikulum pembanding. Hal ini sering terlihat dalam evaluasi kurikulum dengan menggunakan metode comparative outcome based yang bila tidak memperhatikan masalah ini akan melahirkan bias dalam evaluasi. Kurikulum dengan perspektif tradisional tentu saja berlainan dengan kurikulum yang memiliki perspektif konstruktivist. Contoh kurikulum tradisional menekankan pada recall of knowledge sedangkan kurikulum konstruktivist menekankan pada konsep dasar dan ketrampilan berpikir. Apabila ada penelitian yang menghasilkan bahwa kurikulum tradisional di pendidikan dokter lebih baik dalam hal knowledge dibandingkan dengan PBL hal ini tentu saja dapat dimengerti karena perspektifnya berbeda. Penelitian yang menggunakan metode perbandingan kurikulum yang perspektifnya berbeda ini seringkali menjadi kritikan oleh para ahli.      

Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang  kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Evaluasi kurikulum penting dilakukan dalam rangka  penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Ada banyak masalah dalam penerapan evaluasi kurikulum seperti dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemah, intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan blinded, kesulitan dalam melakukan randomisasi, kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan, masalah etika penelitian, tidak adanya pure outcome, kesulitan mencari alat ukur dan penggunaan perspektif kurikulum yang berbeda sebagai pembanding. Oleh karena itu dengan memahami pengertian evaluasi kurikulum dan persamaan serta perbedaannya dengan  penelitian  diharapkan evaluasi kurikulum yang akan dibuat dapat menjadi valid, reliabel dan sangat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan tentang kurikulum tersebut.      

Ditulis oleh zulharman pada Agustus 4, 2007 di http://zulharman79.wordpress.com/
10:45 AM | 0 comments | Read More

KEKELIRUAN YANG FATAL DALAM DUNIA PENDIKAN

Written By Dhani oktaviar on Thursday, June 17, 2010 | 11:59 AM


Perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Di sisi lain, Singapura, Kanada, Australia, dan New Zealand –- negara-negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun — saat ini merupakan bagian dari negara maju di dunia. Mayoritas penduduknya tidak lagi miskin.

Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk pertanian dan peternakan. Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya.

Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban –- tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.

Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.

Lalu, apa perbedaannya? Perbedaannya adalah pada sikap/perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk bertahun-tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut:

1.Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
2.Kejujuran dan integritas
3.Bertanggung jawab
4.Hormat pada aturan dan hukum masyarakat
5.Hormat pada hak orang/warga lain
6.Cinta pada pekerjaan
7.Berusaha keras untuk menabung dan berinvestasi
8.Mau bekerja keras
9.Tepat waktu

Di negara terbelakang/miskin/berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut.

Kita bukan miskin (terbelakang) karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang/tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan kita mampu membangun masyarakat, ekonomi, dan negara.

Begitu pulalah dengan apa yang terjadi atas dunia pendidikan kita, menjadi terbelakang, terpuruk, terpinggirkan. Kita tidak tahu persis apa yang menjadi ujung pangkal dari permasalahan tersebut.

Ada beberapa hal yang sekiranya menjadi kekeliruan dan kesalahan di dunia pendidikan kita, yaitu:



1. TERLALU FOKUS PADA SISTEM HAFALAN.

Saya hakul yakin inilah yng menjadikan sumberdaya manusia yang dihasilkan dari dunia pendidikan kita menjadi mandeg dan tidak berkembang yaitu pelajar hanya didorong untuk mengingat, menyimpan dalam memori dan menghafal berbagai kata dan kalimat standart dgn tujuan mendapat hasil baik ketika ujian, baik ujian dikelas maupun ujian nasional. Padahal apa yang tertulis dalam segala materi pelajaran belum tentu tepat dan mungkin perlu redesign atau peninjauan ulang melalui pembahasan materi lebih teliti, juga sebagian besar adalah merupakan klasifikasi, materi dan bahan-bahan menurut paradigma berfikir barat yang Sekuler.

2. LUPA ATAU KURANG SEKALI PENEMPAAN KETRAMPILAN DAN KEAHLIAN KEDUA TANGAN.

Kekeliruan fatal dunia Pendidikan adalah tidak menghargai pekerjaan dan ketrampilan tangan, termasuk pelatihan kerja.

Anak didik hanya diberi materi buku dan tulisan yang didikte maupun materi-materi tertulis, termasuk juga diagram, grafik dan drawing menggambar yang hanya berdasarkan kertas, pena dan tulisan berikut coretan-coretan gambar, tetapi jika diminta untuk menerapkan segala pengetahuan itu dikehidupan sehari-hari malahan tidak mampu.. sebabnya kenapa? Karena pelajar tidak didorong untuk berkarya nyata dengan kedua tangan sepuluh jarinya untuk menghasilkan apa saja yang sesuai dengan bahan ajar dan materi yang ditawarkan, artinya kurang sekali ketrampilan hidup yang bisa diimplementasikan selama dia sekolah maupun selepas dia bersekolah. Materi lifeskill amat kurang dibanding materi hafalan dan tulisan sehingga yang dihasilkan hanyalah lulusan pelajaran teks dan nilai-nilai tertulis bukan nilai-nilai terimplementasikan dalam sebuah aktivitas.

Saya sarankan: segera robah kurikulum hafalan jadi kurikulum menghasilkan karya nyata dengan kedua tangan atau bangsa ini akan makin tidak produktif dan makin tidak berkeahlian!.

3. TIDAK ADA PELAJARAN SISTEMATIKA BERFIKIR.

Ini salah satu sebab utama kurangnya para pemikir kita bisa menghasilkan ide, gagasan,pendapat sendiri dan persfektif yg lebih baik kecuali apa yang sudah tertulis dalam materi-materi sekolah maupun kuliah. Hasilnya adalah manusia-manusia yang tidak punya keberanian untuk keluar dari pedoman-pedoman ilmu yang terdapat dalam materi textbook.. Sementara kalangan ilmuwan, scientolog dan filosof barat hampir selalu menghasilkan karya ilmiah yang ditawarkan kedunia International lewat jurnal-jurnal Ilmiah dan forum International.

Sebabnya kenapa? Kita bangsa ini tidak diajarkan berbagai sistem berfikir yang ada yaitu logika, rasionalisme, empirisme, pragmatisme, realisme, idealisme, kausalitas sebab akibat, sintesisme, postrealisme, epistemologi, etimologi dst.

Padahal segala sistem berfikir adalah tonggak bagi segala bangunan keilmuwan dunia, baik itu fisika, kimia, biologi, sosiologi, matematika, geografi, Antropologi termasuk juga Pancasila dan Agama. Segala sistematika berfikir yang terdapat dalam Filsafat dunia adalah metode untuk menghasilkan pengetahuan, adalah metode untuk meneliti, adalah metode untuk berfikir, adalah metode untuk menghasilkan pemikiran ilmiah, adalah metode untuk mendesain ulang kembali peradaban sekarang yang cenderung kearah materialisme hedonisme Liberal dan adalah metode untuk mencipta, mengkreasikan dan menemukan keilmuan baru. Kenapa filsafat atau katakanlah metode sistematika berfikir tidak diajarkan khusus selaku kurikulum?

Saran saya: segera rombak kurikulum sekolah dan masukkan pelajaran logika dan sistem berfikir objektif dan rasional.

Apakah cukup dengan pelajaran Matematika dgn Logika benar salah matematis lalu akan bisa berfikir sistematis, rumit dan tepat? Apakah cukup dengan pelajaran Pancasila dan sistem filsafatnya kita bisa paham sistematika berfikir?
Apakah cukup dengan segala materi ilmu pengetahuan yang dipahami lalu semua pelajar bisa berfikir sendiri? Apakah cukup hanya dengan duduk, datang, dengarkan ceramah guru ataupun dosen bisa dicetak generasi pemikir dan pencipta?
Apakah bisa dengan segala bacaan, perpustakaan, materi tulisan lalu muncul generasi ilmiah kreatif? Jawaban saya adalah: TIDAK. Tidak akan bisa dan tidak akan pernah bisa. Sebab sendi dasar berfikir dan mencipta tidak dikuasai oleh generasi kita yaitu FILSAFAT BERPIKIR.

Sebelum pelajar kita tidak diajarkan sistematika berfikir dengan segala metodenya, maka Bangsa ini tidak akan mampu bersaing dalam hal Ekonomi, Politik, militer dan Budaya dan penelitian ilmiah dibanding bangsa bangsa lainnya terutama barat dan Asia Timur.

Wajib bagi pelajar kita untuk belajar logika sistematika berfikir atau bangsa ini makin tidak bisa menghasilkan pemikir-pemikir dan penemu handal!

4. PELAJAR TIDAK TERLATIH MENGAMATI ALAM.

Salah satu kekeliruan terbesar dunia pendidikan kita adalah alam semesta telah teredusir dan terpangkas jadi pelajaran-pelajaran buku teks ilmu alam, bukan pelajaran ttg bagaimana mengamati, mengklasifikasi, meneliti dan mengobservasi alam secara langsung dengan 5 pancaindranya.. Membenamkan teks dan kalimat bukan meneliti apalagi mengobservasi, tidak lebih hanyalah sebuah permainan kata-kata yang tidak bermakna dan penuh dengan kegiatan pembenaman kalimat-kalimat kedalam benak anak didik. Maka yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang SEMACAM INI hanyalah sekedar meringkas, mencontek, mengeja, mengekor dan menjiplak hasil karya ilmiah yg dihasilkan oleh peneliti dan pengeksplorasi asing tanpa kita bisa menghasilkan individu-individu andal dibidang ilmu alam.

Saran saya: ajak anak didik keluar kelas dan langsung mengamati dan mempelajari sekitar luar sekolah sesuai dgn subjek pelajaran atau bangsa ini akan makin tidak bisa meneliti dan mencipta!

5. KURANG PENEMPAAN FISIKALIST

Ini juga termasuk satu kekeliruan fatal dari dunia pendidikan kita dimana anak didik tidak diberi program pelatihan, penempaan dan pembinaan fisik.
Dan malahan sistem yg ditegakkan adalah sistem duduk selama 4-5 jam sehari dgn mata anak didik diarahkan kepapan tulis.. Dan kegiatan tulis, menulis serta hitungan-hitungan digiatkan dgn harapan akan muncul manusia-manusia bergiat dan pekerja keras. Mana bisa diciptakan generasi pekerja keras dan gesit jika hanya didudukkan dan dilem pantatnya dikursi sekolah, mana bisa diharapkan akan lahir pekerja-pekerja trampil jika hanya dilatih duduk dibelakang meja selama 4-5 jam dalam ruangan kelas. Mana bisa dihasilkan pelajar-pelajar rajin bersemangat jika diminta hanya duduk, dengar ceramah guru, catat dan dikte, hitung angka dan pulang. Mana bisa dihasilkan pekerja-pekerja tangguh siap eksport ketrampilan tinggi jika yg dihasilkan adalah generasi bermental meja, Berjiwa kursi dan berpola duduk.

Mana bisa mencetak worldsports champions, jika fisiknya, tulang belulangnya, ototnya dan jiwanya hanya dilatih duduk, duduk dan duduk dibelakang meja selama 4-5 jam sehari sambil mendengarkan ceramah gurunya yang membosankan. Makanya lulusan kita bermental kantoran dan birokrat dan bersedia membayar mahal atau sogok hanya untuk mendapatkan sebuah kursi kerja kantoran dengan harapan mendapat gaji bulanan dan uang pensiun. kenapa?
Karena hanya disuruh duduk, duduk dan duduk sambil mencatat dan menulis.
hasilnya adalah pengangguran ketika mereka tidak memperoleh meja kerja kantoran.

Segera robah pelajaran hafalan dan duduk jadi pelajaran aktivitas dengan fisik yang bergerak atau bangsa ini akan makin penuh kemalasan


6. SISTEM PENDIDIKAN PENUH TEST TERTULIS.

Kesalahan terbesar sekali dari sistem pendidikan di Indonesia adalah ujian pelajaran ditetapkan dengan test tertulis bukan test lapangan apalagi test fisikalist. Pelajar disibukkan dgn ulangan tertulis, otaknya penuh dengan kata, kalimat, angka dan peristiwa juga fakta-fakta yang mesti dibenamkan separuh mati siang dan malam menghafal kalimat-kalimat mati kedalam benaknya yang milyaran neuron-neuron. Padahal dia mesti menghadapi peristiwa dan kondisi yang berbeda dalam hidupnya.

Maka pelajar kita hanya disiapkan untuk menjadi manusia ensiklopedia bukan manusia yang siap hidup dan berkarya nyata. Apakah teks-teks yang terdapat dalam buku pelajaran bisa menghidupi dirinya? TIDAK. Dia hidup dengan kedua tangannya dan kedua kakinya, bukan fakta-fakta dalam otaknya.

Sayang sekali kalau milyaran neuron otak dimanfaatkan hanya untuk menyimpan huruf-huruf mati.. Kenapa mesti lulus dgn nilai-nilai hasil ujian tertulis bukan ujian praktek maupun ujian pengamatan observasi ataupun ujian keolahragaan fisik.

Saran saya: segera robah standart kelulusan anak didik kita atau yang dihasilkan hanya lulusan pelajar bertungkai kaki lemah, berbahu loyo, bermata sayu, bergerak lamban, bermental mejakursi dan mersemangat korupsi sibuk hitung uang dibalik meja.

7. SEKOLAH KEJURUAN AMAT SANGAT KURANG.

Kesalahan fatal berikutnya adalah terlalu banyaknya sekolah umum mata pelajaran tulis baca,hitung, hafal dan test tertulis dan kurang amat sangat sekolah ketrampilan, keahlian khusus, kerajinan rakyat dan keterlatihan aktivitas fisik mentality. Padahal ini negara amat sangat kurang manusia-manusia berketrampilan tekhnik dan specifict, malahan yang lebih dibudidayakan adalah manusia-manusia kalimat yg sibuk merangkai rangkai huruf.. Salah satu sebab keadaan negara saat ini yg limbung adalah manusianya yg tidak bisa menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri, tidak tahu apa yg akan dilakukan dgn ijazah tulisbacanya. Alhasil negara perlu uluran tangan tekhnisi asing, perlu intervensi LSM asing dan bergantung pada kemurahhatian inversor asing dlm membenahi ekonomi sosial Negara. Gimana bisa menerapkan ekonomi kerakyatan berbasis bangsa sendiri kalau sistem pendidikan hanya mencetak lulusan tulisbaca?. Gimana bisa membangun ekonomi politik mandiri jika sekolah kita menghasilkan lulusan gerilyawan pemburu mejakursi kantoran bukannya lulusan pencipta kerja?. Bagaimana bisa keluar dari krisis kalau bangsa ini hanya ditempa duduk, dengar, tulis,hafal dan test tulisan?. Padahal ini negara lebih butuh action dan acting yg penuh aktivitas kreatif inovatif dalam gerak dan aktivitas berkarya menghasilkan produk-produk bersaing dan penemuan-penemuan ilmiah demi bisa eksisnya bangsa ini dari tantangan kapitalisme neoliberal yang siap mencengkram ekonomipolitik negara.. Padahal negara butuh devisa yang dihasilkan dari eksport produk-produk unggulan tangan-tangan kreatif bangsa demi bisa membayar hutang yg 1300trilyun. Padahal negara perlu keluar dari jeratan spekulan dan monopolist asing demi meningkatkan nilai tukar rupiah yang terpuruk akibat tidak adanya kecukupan devisa hasil eksport.. Padahal sumberdaya alam andalan makin tipis, minyak makin terkuras, hutang makin rata, binatang punah, emas timah tembaga menipis. Dan negara butuh lampu aladin plus kemurah-hatian investor asing untuk bersedia bawa devisa dan menanam modal dinegeri 1001 problema ini.

Jadi segala kekeliruan dan kesalahan sistem pendidikan kita itulah salah satu penyebab dari keterpurukan bangsa ini. Kita tidak menyiapkan lulusan untuk menciptakan ruang kerja malahan menduplikatkan jutaan tukang-tukang hafal kalimat mati tanpa imajinasi dan kaliamat-kalimat yang dibenamkan kedalam neuron hipokampus hipotalamus telah berubah jadi mantera rapalan-rapalan penting supaya bisa sakti ketika masuk ruang ujian kelas, semester maupun ujian nasional.

Kelulusan dinilai dari seberapa mampunya kita mengeluarkan isi otak bukannya seberapa mampunya kita beraktivitas menghasilkan prakarya kerajinan dan kemahiran ketrampilan.

Jadi kalau masih bersandarkan pada sistem tulisbaca dan Departemen Pendidikan tidak juga sadar akan kekeliruan kebijakan,

Artinya Departemen ini telah berhasil mencetak manusia duduk dan rapal mantera-mantera kalimat pelajaran, dimana kita telah dilatih duduk 4-5jam sehari dalam ruang kelas dan ditempa berkonsentrasi pada layar papan tulis yang lalu berevolusi jadi terduduk didepan TV secara berjamaah sepulang sekolah dan terduduk dipersimpangan dipinggir jalan, terduduk disegala pusat gerombolan dan terduduk menerima kekalahan dan kekalahan, termasuk terduduk lesu dalam menghadapi krisis berlanjut.. Sementara sistem rapal mantera kalimat-kalimat sakti pelajaran digiatkan dengan test tertulis dan standart nilai minimum dengan istilah canggih yaitu: COMPETENCY BASED CURRICULUM.

Kekeliruan sistem pendidikan kita telah mengakibatkan kematian kreatifitas, kelumpuhan inovasi,Kelambanan, kemalasan,ketidakmampuan berfikir,penjiplakan plagiat,pembajakan hak cipta dan keterdudukan dari malapetaka.

Segera robah haluan sistem pendidikan keliru atau bangsa ini akan makin meratapi nasibnya.

SangRevolusioner Pendidikan alam terkembang jadikan guru (pepatah melayu Minang), Ibrahim AS, Plato, Aristoteles,Ibnu Sina, Ibn Rusyid, Al Kindi, Descartes, John Locke, Galileo, Leonardo Da Vinci, Isac newton, Louis Pasteur, Mendel, Wright bersaudara, Alfa Edison, Colombus, Ibn Batuttah, Magelhens, Alexander the Great dst adalah manusia-manusia yang belajar dari alam lingkungan, belajar dari alam kemasyarakatan, belajar dari alam imajinasi bukan dari pelajaran teks-teks terkembang, dan mereka membentuk baru tulisan, merobah, memperbarui dan menciptakan tulisan ilmiah dan merevolusi ilmu pengetahuan.

Referensi

http://www.cyberforums.us/showthread.php?p=89765

http://www.itpin.com/blog/category/mind-thinking/learning/education/

11:59 AM | 0 comments | Read More

STRATEGI BELAJAR YANG EFEKTIF

Written By Dhani oktaviar on Wednesday, June 16, 2010 | 7:14 PM

Karakteristik Cara Belajar
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan cepat ia menjadi “pintar” sehingga kursus-kursus atau pun les private secara intensif mungkin tidak diperlukan lagi.
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki (2001), adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
rapi dan teratur
berbicara dengan cepat
mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik
teliti dan rinci mementingkan penampilan
lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual
memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar
sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis)
merupakan pembaca yang cepat dan tekun
lebih suka membaca daripada dibacakan
dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan.
jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara
lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “ya” atau “tidak’
lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah
lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik
seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata

2. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja
mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca
jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras
dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara
mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita
berbicara dalam irama yang terpola dengan baik
berbicara dengan sangat fasih
lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya
belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat
senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar
mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi
lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya
lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik

3. Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
berbicara dengan perlahan
menanggapi perhatian fisik
menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain
banyak gerak fisik
memiliki perkembangan otot yang baik
belajar melalui praktek langsung atau manipulasi
menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung
menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca
banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal)
tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama
sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut
menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
pada umumnya tulisannya jelek menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik)
ingin melakukan segala sesuatu
Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar apa yang paling menonjol dari diri seseorang maka orangtua atau individu yang bersangkutan (yang sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang karakter cara belajar dirinya) diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode belajar yang sesuai. Bagi para remaja yang mengalami kesulitan belajar, cobalah untuk mulai merenungkan dan mengingat-ingat kembali apa karakteristik belajar anda yang paling efektif. Setelah itu cobalah untuk membuat rencana atau persiapan yang merupakan kiat belajar anda sehingga dapat mendukung agar kemampuan tersebut dapat terus dikembangkan. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memanfaat berbagai media pendidikan seperti tape recorder, video, gambar, dll.

DIAMBIL DARI: http://arafi-cool.com/remaja-bangeet/belajar-mengenal-tipe-belajar-qt-yuk_.html
7:14 PM | 0 comments | Read More

PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pendidikan adalah Suatu usaha untuk mewujudkan suatu suasana pembelajaran dan pengembangan diri baik secara fisik maupun non fisik yang dapat diterapkan dikehidupan berkeluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Jenjang Pendidikan di Indonesia :
1. Pendidikan dasar
2.Pendidikan menengah
3. Pendidikan tinggi

Materi Pendidikan :
Materi Pendidikan harus disajikan memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam pendidikan yang ada di Indonesia tidak disajikan nilai hidup, sehingga bangsa Indonesia menjadi kacau balau seperti sekarang ini.

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Pendidikan terbagi atas:

1.Pendidikan nonformal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

2.Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu:

* Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
* Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.

Berbicara tentang pendidikan di Indonesia seolah tidak mengenal kata selesai. Disebabkan oleh Pertama, pesimisnya masyarakat atas kebijakan pemerintah. Kedua, terlalu bersemangatnya pemerintah untuk mengikuti cepatnya perkembangan pendidikan di belahan lain dunia ini. Bisa jadi pemerintah iri dengan gemerlapnya sistem pendidikan di negeri-negeri lain.
Semestinya kita bisa belajar banyak dari sejarah. Dulu, negeri ini dikenal produsen guru terbaik. Hingga pihak negeri tetangga kita, macam Malaysia, merasa perlu mengimpor tenaga pendidik dari bumi Khatulistiwa ini.
Akan tetapi, semua seolah tak lebih dari kenangan manis. Hasil survei terbaru, tahun 2005, menyebutkan Indonesia menduduki ranking 112. Jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh. Hal itu menunjukkan kenyataan yang membuat kita mengelus dada. Kondisi Human Development Index (HDI) erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Polemik pendidikan di Indonesia selama ini berkutat pada persoalan dana, pengadaan infrastruktur, dan kurikulum bongkar pasang. Seharusnya perdebatan itu tak perlu dilakukan. Sebabnya sederhana saja, bahwa pengadaan ketiga hal itu mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah. Tentu jika memang membutuhkan masukan dari pihak lain, misalnya pengusaha, pakar pendidikan, atau perwakilan masyarakat, hal itu sangat dimungkinkan.
Hal lain yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah kondisi generasi muda sekarang. Survei dari lembaga survei di Jakarta yakni AC Nielsen Media menunjukkan bahwa 21 persen dan 34 persen masing masing untuk Fashion Forward dan Constant Hedonist. Keduanya mewakili golongan yang cuek dan asal ikut alur yang ada. Ironisnya, alur pendidikan yang diikuti justru kehilangan arah.
Mekanisme trial and error, bongkar pasang kurikulum, dan proses pendidikan yang gagal, adalah serangkaian lontaran yang muncul dari anggota masyarakat saat saya mengikuti Talkshow Generasi Muda dan Pendidikan yang digelar Suara Surabaya FM, Selasa (2/5) mulai pukul 21.00 WIB. Saya menangkap ada pesimisme, atau justru malah kebingungan.
Dalam hal ini, ada dua hal yang menjadi kunci solusi yakni konsistensi, dan komitmen. Konsistensi dalam hal penerapan kurikulum dan kebijakan terkait lainnya. Harus ada pembicaraan antara pembuat kebijakan dengan penyelenggara industri atau pihak pemakai produk pendidikan yakni para lulusan, dalam penyusunan kurikulum. Dengan demikian dua dunia tersebut akan terhubungkan oleh jembatan bernama kurikulum pendidikan. Dua dunia tersebut tidak lagi menjadi menara gading di tempatnya.
Komitmen dibutuhkan oleh semua pihak. Bahwa semua aspek turut bertanggung jawab pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Pun dalam hal ini generasi muda. Meminjam istilah sahabat saya, generasi muda tidak boleh terus-menerus memposisikan diri sebagai korban. Saatnya semua pihak bergerak di tempat dan bidangnya masing-masing.
Momentum Hari Pendidikan Nasional kali ini sudah diawali pemerintah yang menunjukkan itikad baiknya. Hal itu terkait dengan diluncurkannya tiga pilar rencana strategis pembangunan pendidikan yang dilansir oleh media massa. Pertama, peningkatan dan penguatan akses pendidikan. Kedua, peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan. Ketiga, peningkatan tata kelola dan citra publik pengelola pendidikan.
(Sumber dari : Sunaryo hadi)
6:32 PM | 0 comments | Read More

MULTIMEDIA PEMBELAJARAN



A.      Pengertian Multimedia Pembelajaran

Untuk memahami konsep multimedia pembelajaran, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian multimedia dan pembelajaran. Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi. Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif.

Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya: TV dan film.

Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah: multimedia pembelajaran interaktif, aplikasi game, dll.

Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang menjadi penting dalam aktifitas belajar adalah lingkungan. Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan menata unsur-unsurnya sehingga dapat mengubah perilaku siswa. Dari uraian di atas, apabila kedua konsep tersebut kita gabungkan maka multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang piliran, perasaan, perhatian dan kemauan yang belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.

B.       Manfaat Multimedia Pembelajaran

Apabila multimedia pembelajaran dipilih, dikembangkan dan digunakan secara tepat dan baik, akan memberi manfaat yang sangat besar bagi para guru dan siswa. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan dan proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja, serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan.

Manfaat di atas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari sebuah multimedia pembelajaran, yaitu:
 Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron dll.
 Memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan ke sekolah, seperti gajah, rumah, gunung, dll.
 Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, bekerjanya suatu  mesin,  beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga dll.
Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dll.
Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dll.
Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.

C.       Karakteristik Media dalam Multimedia Pembelajaran

Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran, pemilihan dan penggunaan multimedia pembelajaran harus memperhatikan karakteristik komponen lain, seperti: tujuan, materi, strategi dan juga evaluasi pembelajaran. 
Karakteristik multimedia pembelajaran adalah:
Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna.
Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.

Selain memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia pembelajaran sebaiknya memenuhi fungsi sebagai berikut:
Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri.
Memperhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.
Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.

D.      Format Multimedia Pembelajaran

Format sajian multimedia pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok sebagai berikut:

1.       Tutorial

Format sajian ini merupakan multimedia pembelajaran yang dalam penyampaian materinya dilakukan secara tutorial, sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Informasi yang berisi suatu konsep disajikan dengan teks, gambar, baik diam atau bergerak dan grafik. Pada saat yang tepat, yaitu ketika dianggap bahwa pengguna telah membaca, menginterpretasikan  dan menyerap konsep itu, diajukan serangkaian pertanyaan atau tugas. Jika jawaban atau respon pengguna benar, kemudian dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika jawaban atau respon pengguna salah, maka pengguna harus mengulang memahami konsep tersebut secara keseluruhan ataupun pada bagian-bagian tertentu saja (remedial). Kemudian pada bahagian akhir biasanya akan diberikan serangkaian pertanyaaan yang merupakan tes untuk mengukur tingkat pemahaman pengguna atas konsep atau materi yang disampaikan.

2.       Drill dan Practise

Format ini dimaksudkan untuk melatih pegguna sehingga memiliki kemahiran dalam suatu keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. Program menyediakan serangkaian soal atau pertanyaan yang biasanya ditampilkan secara acak, sehingga setiap kali digunakan makan soal atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda, atau paling tidak dalam kombinasi yang berbeda.

Program ini dilengkapi dengan jawaban yang benar, lengkap dengan penjelasannya sehingga diharapkan pengguna akan bisa pula memahami suatu konsep tertentu. Pada bahagian akhir, pengguna bisa melihat skor akhir yang dia capai, sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam memecahkan soal-soal yang diajukan.

3.       Simulasi

Multimedia pembelajaran dengan format ini mencoba menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya untuk mensimulasikan pesawat terbang, di mana pengguna seolah-olah melakukan aktifitas menerbangkan pesawat terbang, menjalankan usaha kecil, atau pengendalian pembangkit listrik tenaga nuklir dan lain-lain. Pada dasarnya format ini mencoba memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang biasanya berhubungan dengan suatu resiko, seperti pesawat yang akan jatuh atau menabrak, peusahaan akan bangkrut, atau terjadi malapetaka nuklir.

4.       Percobaan atau Eksperimen

Format ini mirip dengan format simulasi, namjun lebih ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum di laboratorium IPA, biologi atau kimia. Program menyediakan serangkaian peralatan dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan atau eksperimen sesuai petunjuk dan kemudian mengembangkan eksperimen-eksperimen lain berdasarkan petunjuk tersebut. Diharapkan pada akhirnya pengguna dapat menjelaskan suatu konsep atau fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan secara maya tersebut.

5.       Permainan (game)

Tentu saja bentuk permaianan yang disajikan di sini tetap mengacu pada proses pembelajaran dan dengan program multimedia berformat ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Dengan demikian pengguna tidak merasa bahwa mereka sesungguhnya sedang belajar.
5:54 PM | 0 comments | Read More