Powered By Blogger
free counters

Followers

Memahami Kebutuhan Emosional Anak

Written By Dhani oktaviar on Thursday, January 5, 2012 | 10:16 AM

Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari bahwa anak dan remaja lebih dikendalikan oleh emosi-emosi mereka daripada pemikiran rasional dan logis. Emosi ini menjelaskan mengapa anak dan remaja berperilaku demikian, termasuk perilaku yang merusak diri sendiri. Jadi jika kita ingin memotivasi mereka, sebaiknya kita pahami lebih dulu emosi yang mengendalikan mereka dan memanfaatkannya untuk mengarahkan perilaku dan pemikiran yang lebih memperdayakan.
Berikut adalah ketiga kebutuhan emosional anak:

1. Kebutuhan untuk merasa AMAN
Salah satu kebutuhan terkuat yang dibutuhkan soerang anak adalah perasaan aman. Aman didalam diri dan lingkungannya. Remaja mencari rasa aman dengan bergabung dengan sekelompok “geng” atau sekumpulan teman sebaya mereka, terlibat aturan sosial diantara mereka, serta meniru perilaku temannya.
Seorang psikolog Dr. Gary Chapman, dalam bukunya “lima bahasa cinta” mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis yang harus diisi, lebih tepatnya jika anak maka orangtuanya yang sebaiknya mengisi. Anak yang tangki cintanya penuh maka dia akan suka pada dirinya sendiri, tenang dan merasa aman. Hal ini dapat diartikan sebagai anak yang berbahagia dan memiliki “inner” motivasi.
Perlukah kita mempelajari dan mengetahui tangki cinta? Sangat perlu, saya seringkali merekomendasi para guru dan orangtua untuk mempelajari dan menemukan bahasa cinta anak mereka, dirinya dan pasangannya. Hal ini akan saya bahas pada artikel berikutnya).
Contoh, terdorong oleh rasa cinta kepada anaknya seorang ibu memarahi anaknya yang sedang bermain computer. “berhenti maen computer dan belajar sekarang” lalu apa yang ada dibenak anak? Mungkin “Hmpf… Ibu tidak sayang padaku, dan ingin mengendalikan aku serta keasyikanku” Nah, anak menerimanya sebagai hal yang negatif, komunikasi yang menghancurkan rasa cinta ini biasanya yang menjadi akar permasalahan orangtua dan anak, serta guru.

“Mencintai anak tidak sama dengan anak merasa dicintai”

Apa yang menyebabkan kebutuhan akan rasa aman tidak terpenuhi?

• Membandingkan anak dengan saudara atau orang lain
Ketika kita mengatakan “mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamar seperti kakakmu”, “kenapa kamu tidak bisa menulis serapi Rudi”. Akan tumbuh perasaan ditolak, tidak diterima, mereka akan berpikir “papa/mama lebih suka dengan…” hal ini menumbuhkan sikap tidak suka dengan dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain. Mereka merasa aman dengan menjadi orang lain, bukan merasa aman dan nyaman menjadi dirinya sendiri.

• Mengkritik dan mencari kesalahan
Ketika kita mengatakan: “dasar anak bodoh, apa yang salah denganmu? Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”
Dapat dipastikan, akan menimbulkan perasaan dendam, tidak ada rasa aman dilingkungan rumah (jika hal ini sering terjadi dirumah).

• Kekerasan fisik dan verbal
Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi, hal ini sudah banyak kita temui di surat kabar dan berita ditelevisi, dan bahayanya atau akibatnya juga sering kita temui di media tersebut. Jika tidak ada rasa aman dalam rumah, maka seorang anak akan mencari perlindungan untuk memenuhi rasa aman mereka disemua tempat yang salah. Dan anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rasa aman ini, mencari perhatian dengan cara yang salah.

2. Kebutuhan akan pengakuan (merasa penting) dan diterima atau dicintai
Jarang sekali orangtua membuat anak-anak mereka merasa penting dan diakui dirumah. Sebaliknya banyak orangtua yang membuat anak mereka merasa kecil dan tidak berarti dengan ancaman: “lebih baik kerjakan PR-mu sekarang, atau…”
Apa yang ada dalam pikiran anak jika diperlakukan seperti itu? Kita orangtua justru senang jika anak melakukan hal yang kita perintah, tapi yang ada dipikiran anak adalah mereka merasa kalah dengan melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan cara seperti itu. Sehingga banyak anak yang menunda atau tidak mengerjakan apa yang ditugaskan orangtua (bahkan dengan ancaman sekalipun) untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya akan pengakuan.
Peringatan keras bagi orangtua: Jika anak-anak tidak merasa dicintai dan diterima oleh orangtua, mereka akan terdorong untuk mencarinya disemua tempat yang salah.
Keinginan seorang anak untuk diakui dan ingin dicintai begitu kuat, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Jika mereka tidak mendapat pengakuan dengan cara yang benar maka akan menemukan dengan cara yang salah dan ditempat yang salah. Kebutuhan ini mendorong beberapa anak dan remaja untuk menggunakan tato, mengganggu anak lain, bergabung dengan geng pengganggu, mengecat rambut dengan warna menyolok, bertingkah laku seperti badut dan pelawak. Hal ini umumnya menyusahkan mereka sendiri, tetapi demi mendapatkan pengakuan dan diterima (mendapatkan perhatian).
Ada kasus ekstrim pada 16 april 2007, seorang siswa US Virginia Tech, Cho Seng-hui. Menembak dan menewaskan 32 siswa. Apa yang mendorong perilaku tersebut, sehingga dia melakukan hal yang begitu luar biasa gila? Dia melakukan hanya karena kebutuhan pengakuan dan rasa pentingnya begitu besar, tetapi tidak terpenuhi oleh orang-orang yang mengabaikannya dan menghinanya. Hal itu memaksanya keluar dari dunia logika dan merenggut nyawa orang lain serta dirinya sendiri, dalam pikirannya dia berpikir lebih baik mati bersama nama buruk dari pada hidup bukan sebagai siapa-siapa.

3. Kebutuhan untuk mengontrol (merasa mandiri atau keinginan untuk mengontrol)
Seiring pertumbuhan anak, sembari mencari identitas diri dan sambil belajar membangun kemandirian dari orangtua. Proses ini menciptakan kebutuhan emosional untuk bebas dan mandiri.
Jadi itu sebabnya anak tidak mau didikte untuk apa yang harus dilakukan. Mereka merasa tidak “gaul” mendengarkan orangtua. Dengan mendengarkan nasihat orangtua mereka seakan diperlakukan seperti anak kecil. Ini menjelaskan mengapa anak lebih mendengarkan teman mereka dan om atau tante (paman atau bibi) yang masih muda dari pada orangtuanya sendiri.
Orangtua yang cerdas, tidak akan menyerah menghadapi hal ini. Bagaimana caranya memberikan arahan dan agar anak mau mendengar orangtua? Gunakan komunikasi yang tidak bermaksud memaksa anak dengan nasihat kita. Buatlah seakan-akan mereka belajar dan bekerja keras untuk diri mereka sendiri bukan untuk kita. mereka akan lebih bersemangat dan termotivasi dengan cara seperti itu. Dan yang terpenting adalah memenuhi tangki cinta anak kita setiap hari dan memastikan selalu penuh saat bangun anak bangun tidur dan menjelang tidur. Dengan begitu anak tahu siapa yang paling mengerti dan sayang, serta kepada siapa dia akan datang pada saat membutuhkan seseorang untuk mendengar, yaitu kita orangtuanya.
Ambilah manfaat dari informasi ini, kenali kebutuhan emosi anak kita. Pekalah dimana saat anak membutuhkan penerimaan, kebutuhan untuk mengontrol sesuatu, serta butuh untuk aman. Gunakan kata-kata yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berikut tips dan cara memenuhi kebutuhan emosi dasar seorang anak:

1. Rasa aman:
• Tenang sayang kamu aman bersama papa, mama akan temani kamu, hey… papa disini bakal jaga kamu sayang

2. Rasa penerimaan atau dicintai:
• Biasakan menatap mata saat berbicara pada anak, usahakan tatapan mata adalah datar atau “mata sayang”
• Sentuh bagian bahu saat berbicara atau bagian manapun asal sopan, untuk menunjukan bahwa kita ada bersama dan dekat dengan anak
• Usahakan sejajar (berdiri sejajar dengan anak atau berlutut)
• Katakan: apapun yang terjadi papa/mama tetap sayang sama kamu, kamu tetap jagoan papa/mama, dimata papa/mama kamulah yang paling cantik

3. Kebutuhan untuk mengontrol:
• Jika memungkinkan, jika anda melihat anak anda perlu untuk melakukan sesuatu sendiri maka ijinkanlah
• Sebenarnya itu adalah proses belajar untuk dirinya sendiri dan akan sangat bermanfaat dimasa dewasa
• Harga diri anak akan semakin tinggi, jika kita rajin memberikan kontrol kepada anak, karena anak merasa mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan (tentunya kegiatan yang aman sesuai dengan kebijaksanaan orangtua)
• Luangkan waktu khusus untuk beraktivitas dan memberikan kontrol dan mengawasinya dengan kasih sayang, misal: anak umur 2-3 tahun minta makan sendiri, pergi ke sekolah sendiri, dan lain-lain

10:16 AM | 0 comments | Read More

Refleksi Kebijakan Pendidikan Akhir Tahun

Oleh : H. Raihan Iskandar, Lc., MM *)

SELAMA tahun 2011 ini, berbagai pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan nasional patut dievaluasi secara kritis. Berbagai data statistik menyebutkan, capaian kinerja pemerintah di bidang pendidikan tak menunjukkan hasil yang signifikan.
Salah satu data statistik yang memperlihatkan capaian kinerja Pemerintah di bidang pendidikan ialah Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Karena, salah satu komponen yang dinilai ialah dimensi pendidikan yang mengukur tingkat baca tulis pada orang dewasa dan angka partisipasi kasar jenjang SD, SMP, dan SMA. 

Menurut laporan UNDP tahun 2010 dan 2011, nilai IPM Indonesia sedikit mengalami kenaikan dari 0,600 di tahun 2010 menjadi 0,617 di tahun 2011. Akan tetapi, peringkat IPM Indonesia justru mengalamai penurunan, yaitu dari peringkat 108 di tahun 2010 menjadi peringkat 124 di tahun 2011. 

Ini berarti, upaya pemerintah, khususnya di bidang pendidikan, masih berjalan lambat di bandingkan dengan capaian negara lain. Berdasarkan data Kemdikbud, sampai saat ini APK untuk tingkat SD telah mencapai 117%. Sementara, tingkat SMP mencapai 70-80% dan SMA baru mencapai 60%.
Laporan UNESCO tahun 2011 ini pun memperlihatkan kinerja pendidikan Indonesia yang tidak menggembirakan. Peringkat Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang menempati peringkat 65 menjadi peringkat ke-69 dari 127 negara. 

Data UNESCO ini menyebut, turunnya peringkat Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia dipengaruhi oleh masih tingginya angka putus sekolah dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Terdapat sekitar 10,268 juta siswa SD dan SMP (usia wajib belajar) yang tidak menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SMP. 

Sementara, terdapat sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat melanjutkan ke tingkat SMA. Faktor utama yang menyebabkan masih tingginya angka putus sekolah adalah ketidakmampuan masyarakat memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka. Kemiskinan menjadi sebab utama angka putus sekolah dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. 

Data Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas (sekarang Kemdikbud) menyebut saat ini jumlah siswa miskin di Indonesia hampir mencapai 50 juta. Sementara, data BPS tahun 2011 menyebut, terdapat 30,02 juta masyarakat miskin dengan kriteria pendapatan Rp.600 ribu/bulan.  
Masih tingginya angka putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, menunjukkan masih terbatasnya akses pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua warga negara usia sekolah. Padahal, dari tahun ke tahun, anggaran pendidikan nasional telah mengalami kenaikan signifikan. 

Tahun 2010, APBN sektor pendidikan mencapai Rp225 triliun. Sementara, tahun 2011 mencapai angka Rp249 triliun. Untuk tahun 2012 nanti, APBN pendidikan dialokasikan sekitar Rp286 triliun. Dana BOS, sebagai instrumen yang menopang Program wajib belajar 9 tahun pun telah ditingkatkan   sebelumnya Rp16 triliun tahun 2011 meningkat menjadi Rp23 triliun tahun 2012 nanti.
Nyatanya, kenaikan anggaran BOS tidak bisa mencegah dari praktek pungutan yang masih marak terjadi. Kenaikan anggaran pendidikan yang signifikan ternyata tidak berbanding lurus dengan upaya penghentian siswa putus sekolah. 

Ironisnya, berbagai kebijakan pemerintah justru turut berkontribusi terhadap penutupan akses pendidikan yang terjangkau dan bermutu. Pemerintah terkesan membiarkan berbagai komersialisasi dan pungutan yang marak terjadi di dunia pendidikan. 

Inilah yang membuat masyarakat miskin tak mampu menikmati layanan pendidikan. Dilain pihak, pemerintah justru membuat beberapa kebijakan yang menghambat akses layanan pendidikan bagi masyarakat. Kebijakan itu pun hanya bersifat asesoris. 

Misalnya, Kebijakan Pemerintah soal Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah terkesan hanya ingin memperlihatkan kemewahan dan kemegahan bangunan fisik. 

Lebih dari itu, pemerintah pun "melindungi" kebijakan asesoris ini dengan membuka celah pungutan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional, khususnya pasal 16 ayat (1). 

Oleh karena itu, kebijakan asesoris ini sangat berpotensi menghambat penuntasan program wajib belajar 9 tahun, karena menghambat siswa miskin atas layanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau. Alhasil, RSBI pun menjadi sarana seleksi status sosial dan menciptakan segregasi sosial di kalangan masyarakat. 
Kebijakan lain yang bertentangan dengan semangat wajib belajar 9 tahun ialah Ujian Nasional (UN). Penetapan nilai UN sebagai dasar seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya dari SD ke SMP dan SMA, berpotensi menghambat akses ke jenjang pendidikan berikutnya. Umumnya, siswa yang memiliki sarana dan fasilitas yang memadai yang mampu memperoleh nilai tinggi. Sementara, siswa miskin yang miskin sarana dan prasarana harus tersingkir.
Ironisnya, fakta di lapangan menunjukkan, tingginya nilai UN, tidak berkorelasi terhadap kualitas pendidikan secara umum. Banyak rekayasa terjadi untuk menghasilkan nilai UN yang tinggi. Kecurangan terjadi secara massif dan sistemik. Alhasil, nilai UN yang tinggi hanya bersifat semu dan fatamorgana.
Di luar kebijakan tersebut, berbagai kasus lain di dunia pendidikan seperti tawuran pelajar dan mahasiswa, kasus-kasus moral yang melibatkan siswa dan juga guru, menjadi indikasi semakin tidak jelasnya desain pendidikan.

Padahal, tujuan penyelenggaraan pendidikan sudah tertera secara jelas dalam UU Sisdiknas Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kasus lainnya, mekanisme penyaluran dana BOS 2011 yang tidak tepat waktu dan pengelolaan serta penggunaannya yang tidak transparan dan tidak tepat sasaran, menunjukkan tidak siapnya birokrasi dan rendahnya kapasitas aparat penyelenggara di lapangan. Ini sekaligus menunjukkan gagalnya reformasi birokrasi yang selama ini didengungkan oleh pemerintah.
Berbagai capaian dan desain kebijakan pendidikan, serta kasus-kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan nasional, memperlihatkan kepada kita bahwa pemerintah telah kehilangan orientasi dalam  menyelenggarakan kegiatan pendidikan. 

Pemerintah sepertinya tak mengerti harus kemana tujuan pendidikan ini diarahkan. Kebijakan yang satu bertentangan dan dihambat oleh kebijakan pemerintah yang lainnya. 
Oleh karena itu, Pemerintah harus segera melakukan evaluasi secara menyeluruh menyangkut kebijakan nasional pendidikan dan memiliki orientasi serta prioritas yang jelas dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan nasional. 

Pemerintah harus fokus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menikmati layanan pendidikan, secara adil, tanpa diskriminasi. Pemerintah juga harus mengikis berbagai kebijakan yang justru menghambat dan bertentangan dengan semangat program wajib belajar dan hak rakyat atas pendidikan yang bermutu dan terjangkau. 
*) Penulis adalah Anggota Komisi X F-PKS DPR RI, Editor : esb/j
sumber : http://www.sumbaronline.com/berita-8210-refleksi-kebijakan-pendidikan-akhir-tahun-.html
10:01 AM | 1 comments | Read More

PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA ANAK USIA DINI

Written By Dhani oktaviar on Tuesday, December 13, 2011 | 1:30 AM

Oleh : Kuntjojo









A. Perkembangan Moral Anak Usia Dini


Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.






B. Konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia Dini


Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tangguang jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif. Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.






a. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga


Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.


Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007: 8.38 – 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.


1) Moralitas penghormatan


Hormat merupakan kuci utama untuk dapar hidup harmonis dengan masyarkat. Moralitas penghormatan mencakup:


a) Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.


b) Penghormatan kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.


c) Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.


2) Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap


Anak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.


3) Mengajarkan prinsip menghormati


Anak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.


4) Mengajarkan dengan contoh


Pembentukan perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara yang berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.


5) Mengajarkan dengan kata-kata


Selain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.


6) Mendorong anak unruk merefleksikan tindakannya


Ketika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.


7) Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab


Anak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung jawab.


8) Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol


Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.


9) Cintailah anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral


Perhatian dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.


10) Menciptakan keluarga bahagia


Pendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.


b. Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah


Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pad ataman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.


Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.


1) Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.


2) Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.


3) Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.


4) Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.


C. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini


Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).


1. Strategi Latihan dan Pembiasaan


Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.






2. Strategi Aktivitas Bermain


Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.


3. Strategi Pembelajaran


Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).


Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.


Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7. menantang (challanging).


D. Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini


Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.


Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut.


1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)


Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 – 6 tahun. Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak menggunakan daya fantasinya.


2. Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)


Tingkat ini dialami anak usia 7 – 15 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.


3. Tingkat Individu (The Individual Stage)


Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic. Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.


Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang diterimanya.


Referensi


Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.


Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.


Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.


Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.


Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

sumber: http://pg-paud.blogspot.com/2011/02/pengembangan-moral-dan-nilai-nilai.html
1:30 AM | 0 comments | Read More

KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

Written By Dhani oktaviar on Sunday, November 6, 2011 | 10:14 PM


oleh : Drs. Pristiadi Utomo, M.Pd 


ATURAN KERJA DI LABORATORIUM
  • Dilarang bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten yang mengawasi.
  • Dilarang bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Cair. 
  • Persiapkanlah hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku kerja, jenis percobaan, jenis bahan, jenis perlatan, dan cara membuang limbah sisa percobaan.
  • Dilarang makan, minum di laboratorium.
  • Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktikum basah segera keringkan dengan lap basah.
  • Jangan membuat keteledoran antar sesama teman.
  • Pencatatan data dalam setiap percobaan selengkap-lengkapnya. Jawablah pertanyaan pada penuntun praktikum untuk menilai kesiapan anda dalam memahami percobaan.
  • Setelah selesai praktikum, bersihkan kembali ruangan
  • Berdiskusi adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih lanjut percobaan yang dilakukan.
PERSIAPAN KERJA DI LABORATORIUM
  • Gunakan peralatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
  • Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.
  • Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
  • Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.
  • Biasakanlah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih terutama setelah melakukan praktikum.
  • Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.
  • Bila terjadi kecelakaan yang berkaitan dengan bahan Kimia, laporkan segera pada asisten atau pemimpin praktikum. Segera pergi ke dokter untuk mendapat pertolongan secepatnya.
KEAMANAN KERJA DI LABORATORIUM
  • Rencanakan percobaan yang akan dilakukan sebelum memulai praktikum.
  • Gunakan perlatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
  • Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
  • Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.
  • Dilarang makan, minum dan merokok di laboratorium.
  • Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktikum basah segera keringkan dengan lap basah.
  • Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
  • Hindari mengisap langsung uap bahan kimia.
  • Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.
  • Pastikan kran gas tidak bocor apabila hendak mengunakan bunsen.
  • Pastikan kran air dan gas selalu dalam keadaan tertutup pada sebelum dan sesudah praktikum selesai.
PENANGANAN KEADAAN DARURAT

A . Terkena bahan kimia
  1. Jangan panik.
  2. Mintalah bantuan rekan anda yang berada didekat anda.
  3. Lihat data MSDS. 
  4. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung tersebut (cuci bagian yang mengalami kontak langsung tersebut dengan air apabila memungkinkan) 
  5. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar. 
  6. Bawa ketempat yang cukup oksigen. 
  7. Hubungi paramedik secepatnya(dokter, rumah sakit).
B. Kebakaran
  1. Jangan panik.
  2. Ambil tabung gas CO2 apabila api masih mungkin dipadamkan.
  3. Beritahu teman anda.
  4. Hindari mengunakan lift.
  5. Hindari mengirup asap secara langsung.
  6. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat (jangan dikunci).
  7. Pada gedung tinggi gunakan tangga darurat.
  8. Hubungi pemadam kebakaran. polisi dll.
C. Gempa bumi

  1. Jangan panik.
  2. Sebaiknya berlindung dibagian yang kuat seperti bawah meja, kolong kasur, lemari.
  3. Jauhi bangunan yang tinggi, tempat penyimpanan zat kimia, kaca.
  4. Perhatikan bahaya lain seperti kebakaran akibat kebocoran gas,tersengat listrik.
  5. Jangan gunakan lift.
D. P3K 

Peralatan P3K
•Plester
•Pembalut berperekat
•Pembalut steril (besar, sedang dan kecil)
•Perban gulung
•Perban segitiga
•Kain kasa
•Pinset
•Gunting ,Peniti, dl

PENANGANAN LIMBAH
Pembuangan limbah
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang digunakan hendaknya dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung dibuang ke pembuangan air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan. Limbah zat organik harus dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair yang tidak berbahaya dapat langsung dibuang tetapi harus diencerkan dengan air secukupnya.
1. Buanglah limbah sisa bahan Kimia setelah selesai pengamatan.
2. Buanglah limbah sesuai dengan kategori berikut :
a.        Limbah cair yang tidak larut dalam air dan limbah beracun harus dikumpulkan dalam botol penampung. 
  • Botol ini harus tertutup dan diberi label yang jelas.
  • Limbah padat seperti kertas saring, lakmus, korek api, dan pecahan kaca dibuang pada tempat sampah.
3.Sabun, deterjen dan cairan tidak berbahaya dalam air dapat dibuang
langusng melalui saluran air kotor dan dibilas dengan air secukupnya.
4. Gunakan zat kimia secukupnya 

DATA BASE BAHAN KIMIA B3
Bahan kimia jenis B3 (berbau, berbahaya, beracun) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Mudah meledak (explosive)
b. Pengoksidasi (oxidizing)
c. Sangat mudah sekali menyala (highly flammable)
d. Mudah menyala (flammable)
e. Amat sangat beracun (extremely toxic)
f. Sangat beracun (highly toxic)
g. Beracun (moderately toxic)
h. Berbahaya (harmful)
i.  Korosif (corrosive)
j.  Bersifat iritasi (irritant)
k.Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
l.  Karsinogenik (carcinogenic)
m.Teratogenik (teratogenic)
n. Mutagenik (mutagenic)

FAQ (frequently asked question)
1. Bagaimana bekerja dalam laboratorium?
Bekerja diawali dengan persiapan yang matang antara lain membuat jurnal (prosedur kerja), mencari bahan kimia yang akan digunakan, serta memahami apa yang akan dilakukan dalam bekerja harus serius dan dengan persiapan matang.
2. Mengapa safety lab?
Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa, dosen, peneliti dsb melakukan percobaan. Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja, ini dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan kerja. Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Walaupun petunjuk keselamatan kerja sudah tertulis dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan berulang-ulang agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaan ketika bekerja di laboratorium.
3. Apa yang harus dilakukan ketika melakukan percobaan?
Bekerja dengan teliti, serius, hindari bercanda dalam laboratorium,
perbanyak diskusi ketika melakukan percobaan,
4. jangan segan bertanya apabila tidak mengerti, catat hasil percobaan dengan seksama, dalam mencatat hasil percobaan upayakan seteliti mungkin dan sejujur mungkin.
5. Apa yang harus diperhatikan ketika bekerja?
Bekerja didalam laboratorium harus berhati-hati, perhatikan tabung gas apa dalam keadaan tertutup sebelum dan sesudah melakukan percobaan, hati-hati dengan api untuk menghindarkan terjadinya kebakaran, pakailah sepatu tertutup, jas lab, dan kacamata ketika melakukan percobaan. Ketika mengunakan instrumen listrik perhatikan kabel-kabel apakah telah rapih dan dalam kondisi prima, perhatikan juga kran air sesudah dan sebelum melakukan pekerjaan harus dalam keadaan tertutup
6. Apa yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakan?
Jangan panik, beritahu teman anda, beri pertolongan pertama, bawa
kerumah sakit apabila keadaan tidak memungkinkan

10:14 PM | 0 comments | Read More

LAPORAN HASIL BELAJAR SISWA (SMA)

Written By Dhani oktaviar on Thursday, October 27, 2011 | 10:32 AM

PETUNJUK PENGISIAN RAPOR

A.  RASIONAL
Rapor merupakan dokumen yang menjadi penghubung komunikasi baik antara sekolah dengan orangtua peserta didik maupun dengan pihak lain yang ingin mengetahui tentang hasil belajar anak pada kurun waktu tertentu. Karena itu, rapor harus komunikatif, informatif, dan  komprehensif (menyeluruh) memberikan gambaran tentang hasil belajar peserta didik.
Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. Setiap mata pelajaran memiliki dimensi yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga orientasi pembelajaran dan penilaian adalah penguasaan kompetensi sesuai dengan dimensi masing-masing mata pelajaran. Dengan demikian nilai pada rapor bukan nilai tunggal tetapi dikelompokkan menurut dimensi masing-masing mata pelajaran.
Setiap mata pelajaran memberikan informasi secara kuantitatif maupun deskriptif tentang perkembangan belajar peserta didik, sehingga dapat diketahui lebih jelas kelebihan maupun kekurangan peserta didik. Untuk memudahkan pengisian, maka aspek-aspek penilaian pada rapor diusahakan sama dengan aspek-aspek yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajarannya.

B.  PENJELASAN UMUM
Informasi tentang hasil belajar dalam rapor diperoleh dari Rekap nilai yang dirangkum guru selama proses pembelajaran berlangsung. Format maupun cara pengisiannya dapat dilihat dalam Model Penilaian Kelas. 
Secara umum pengisian rapor adalah sebagai berikut (Lihat format):
1.  Sekolah dapat menetapkan sendiri kelengkapan dari model rapor ini, misalnya identitas peserta didik dan sekolahnya.
2.  Kotak pertama, berisi no, nama mata pelajaran, aspek penilaian, nilai (angka dan huruf) serta catatan guru.
a.  Nomer merupakan nomer mata pelajaran sesuai dalam struktur kurikulum yang digunakan.
b.  Mata Pelajaran merupakan nama mata pelajaran sesuai dalam struktur kurikulum yang digunakan
c.  Aspek Penilaian merupakan aspek-aspek pada masing-masing mata pelajaran yang ingin dikomunikasikan.
d.  Nilai merupakan nilai rata-rata dari masing-masing aspek penilaian. Kolom nilai angka diisi dengan angka dalam skala 10 (misal 8,40). Nilai tersebut ditulis dalam huruf pada kolom nilai huruf, misalnya: delapan koma empat puluh.
e.  Catatan guru merupakan deskripsi pencapaian kompetensi siswa termasuk sikap yang berhubungan dengan mata pelajaran. Indikator yang belum tuntas sampai akhir semester dapat dicatat pada kolom ini.
Misalnya (Bahasa Indonesia) intonasi dan pengucapan sangat bagus, kosa kata kurang sehingga mengalami kesulitan dalam berpidato, kurang berani berlatih berpidato.
3.  Kotak ke dua: Pengembangan diri
·         Merupakan rangkuman catatan guru:
a. bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan perilaku umum peserta didik yang menonjol positif maupun negatif. Misal kedisiplinan, keaktifan mengikuti kegiatan sekolah, dan tanggung jawab.
b. pembina extrakurikuler tentang peserta didik yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri yang dilakukan di luar jam belajar efektif (ekstrakurikuler). Misal,  pengembangan diri dalam bidang olahraga, seni dan budaya, sains, pramuka.

·         Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:

            a.   Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani.

            b.   Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik.

            c.   Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap peserta didik.

·         Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan. Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif
·         Hasil dan proses kegiatan ekstra kurikuler dinilai secara kualitatif dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan lainnya oleh penanggung jawab kegiatan.


C.  PENJELASAN PENGISIAN NILAI MASING-MASING MATA PELAJARAN PADA SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

1.  Pendidikan Agama
Indikator untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Pendidikan Agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha) dapat dikelompokkan menjadi aspek:
a.  Kemampuan untuk mengembangkan konsep dan nilai-nilai kehidupan beragama, dan
b.  Kemampuan untuk menerapkan konsep dan nilai-nilai kehidupan beragama termasuk ahklak mulia, budi pekerti atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agam melalui Praktik atau Pengalaman Belajar serta pengamatan aktifitas peserta didik.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor harus merupakan nilai perpaduan antara nilai :
a.  Penguasaan Konsep dan Nilai-nilai, dan
b.  Penerapan.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh INDIKATOR diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.

2.  Pendidikan Kewarganegaraan
Indikator untuk  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dikelompokkan menjadi aspek:
a.  Kemampuan untuk mengembangkan konsep dan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara, dan
b.  Kemampuan untuk menerapkan konsep dan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kepribadian melalui Praktik atau Pengalaman Belajar yang menggunakan pendekatan ilmiah.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor harus merupakan nilai perpaduan antara nilai :
a.  Penguasaan Konsep dan Nilai-nilai,
b.  Penerapan.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh Indikator diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.


3.  Bahasa Indonesia
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMU kelas I dikelompokkan dalam aspek:
     Kemampuan berbahasa yang terdiri atas sub-aspek:
1)  Mendengarkan,
2)  Berbicara,
3)  Membaca dan
4)  Menulis
Aspek penilaian dalam rapor adalah nilai rata-rata dari aspek:
     a.  Mendengarkan,
     b.  Berbicara,
     c.  Membaca, 
     d.  Menulis serta

4.  Bahasa Inggris
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMU dikelompokkan dalam aspek:
   a. Mendengarkan,
   b. Berbicara,
   c. Membaca dan
   d. Menulis.
Aspek Penilaian dalam mata pelajaran ini juga merupakan nilai rata-rata dari aspek :
a. Mendengarkan,
b. Berbicara,
c. Membaca dan
d  Menulis.

5.  Matematika
Standar kompetensi mata pelajaran matematika SMA terdiri dari 6 aspek yaitu : a) Bilangan; (b) Geometri dan pengukuran; (c) Peluang dan statistika; (d) Trigonometri; (e) Aljabar; (f)Kalkulus.
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dalam pembelajaran matematika yang mencakup ke enam aspek tersebut diatas adalah mencakup : (a) Pemahaman konsep; (b) Prosedur; (c) Penalaran dan komunikasi; (d) Pemecahan masalah; (e) Menghargai kegunaan matematika.
Demi kepraktisan dan kemudahan, maka aspek penilaian matematika dikelompokkan menjadi 3 aspek yaitu:
a.  Pemahaman Konsep
b.  Penalaran dan komunikasi
c.  Pemecahan masalah
Alasan:
1)  Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah:
(a) menyatakan ulang sebuah konsep
(b) mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai  dengan konsepnya)
(c) memberi contoh dan non-contoh dari konsep
(d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
(e) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
(f) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu
(g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
2)  Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:
(a) menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram
(b) mengajukan dugaan
(c) melakukan manipulasi matematika
(d)  menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi
(e) menarik kesimpulan dari pernyataan
(f) memeriksa kesahihan suatu argumen
(g) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
3)  Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:
(a) menunjukkan pemahaman masalah
(b)   mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah
(c) menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk
(d) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat
(e) mengembangkan strategi pemecahan masalah
(f) membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah
(g) menyelesaikan masalah yang tidak rutin

Sehingga ketika akan memberikan nilai harus merupakan :
1)  Hasil penilaian terhadap Indikator yang menunjukkan bahwa siswa telah kompeten dalam pemahaman  konsep  dimasukkan ke dalam aspek penilaian pemahaman konsep.
2)  Hasil penilaian terhadap Indikator yang menunjukkan bahwa siswa telah kompeten dalam penalaran dan komunikasi dimasukkan ke dalam aspek penilaian penalaran dan komunikasi.
3)  Hasil penilaian terhadap Indikator yang menunjukkan bahwa siswa telah kompeten dalam pemecahan masalah dimasukkan dalam aspek penilaian pemecahan masalah.

6.  Seni dan Budaya
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Seni Budaya dikelompokkan dalam:
a.  Seni Rupa,
b.  Seni Musik,
c.  Seni Tari , dan
d.  Seni Teater.
Siswa boleh memilih satu atau dua dari cabang seni tersebut. Kelompok Standar Kompetensi tersebut mencakup apresiasi, dan kreasi yang di dalamnya mengandung konsepsi.
Aspek Penilaian dalam mata pelajaran ini  juga dikelompokkan dalam aspek:
a.  Apresiasi dan
b.  Kreasi.
7.  Pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani , olah raga dan kesehatan terdiri atas:
a.  Permainan dan Olahraga,
b.  Aktivitas Pengembangan,
c.  Uji diri/senam,
d.  aktivitas Ritmik,
e.  Akuatik dan
f.   Pendidikan Luar Kelas.
g. Kesehatan
Aspek Penilaian yang dimasukan ke dalam rapor adalah:
a.  Kemampuan gerak dasar,
b.  Keterampilan cabang olah raga,
c.  Kebugaran dan kesehatan,
d.  Pilihan akuatik dan pendidikan luar kelas

8.  Sejarah
INDIKATOR yang terdapat dalam Standar Kompetensi mata pelajaran Sejarah dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu:
a.  Kemampuan untuk mengembangkan perspektif dan membangun kesadaran sejarah, dan
b.  Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang menggunakan pendekatan ilmiah seperti problem solving, inkuiri, dan berpikir kritis untuk menggali, membangun, dan menjeneralisasi konsep dan peristiwa sejarah.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor juga mencakup aspek:
a.  Penguasaan Konsep,
b.  Kinerja Ilmiah.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh INDIKATOR diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.

9.  Geografi
INDIKATOR yang terdapat dalam Standar Kompetensi mata pelajaran Geografi dikelompokkan menjadi aspek:
a.  Kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan geografi dan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya, dan
b.  Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang menggunakan pendekatan ilmiah seperti problem solving, inkuiri, dan berpikir kritis untuk menggali, membangun, dan menjeneralisasi konsep geografi serta lingkungan dan sumber daya.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor juga mencakup aspek:
a.  Penguasaan Konsep,
b.  Kinerja Ilmiah.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh INDIKATOR diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.

10. Ekonomi
Indikator yang terdapat dalam Standar Kompetensi mata pelajaran Ekonomi dikelompokkan menjadi aspek:
a. Kemampuan untuk mengembangkan konsep dan memahami peristiwa ekonomi, dan
b.  Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang menggunakan pendekatan ilmiah seperti problem solving, inkuiri, dan berpikir kritis untuk menggali, membangun, dan menjeneralisasi konsep dan peristiwa ekonomi.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor juga mencakup aspek:
a.  Penguasaan Konsep,
b.  Kinerja Ilmiah.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh INDIKATOR diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.

11. Sosiologi/Antropologi
INDIKATOR yang terdapat dalam Standar Kompetensi mata pelajaran Sosiologi/Antropologi dikelompokkan menjadi aspek:
a.  Kemampuan untuk mengembangkan konsep dan memahami potensi-potensi manusia dalam mengambil dan mengungkapkan status dan perannya dalam kehidupan sosial dan budaya yang terus mengalami perubahan, dan
b.  Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang menggunakan pendekatan ilmiah seperti problem solving, inkuiri, dan berpikir kritis untuk menggali, membangun, dan menjeneralisasi konsep kehidupan sosial.
Berdasarkan hal itu, nilai hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor juga mencakup aspek:
a.  Penguasaan Konsep,
b.  Kinerja Ilmiah.
Untuk kepentingan pembelajaran dan penilaian, analisis terhadap seluruh indikator diperlukan untuk menentukan indikator-indikator yang termasuk ke dalam masing-masing aspek. Hasil belajar yang dicantumkan dalam Rapor merupakan keputusan akhir yang menyimpulkan pencapaian pada setiap aspek.

12. Fisika
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika dikelompokkan dalam:
a.  Pemahaman Konsep dan Penerapannya
b.  Kerja Ilmiah
Sedangkan aspek penilaiannya dikelompokkan menjadi:
a.  Pemahaman dan Penerapan konsep
b.  Kinerja Ilmiah
Alasan:
a.  Pemahaman dan Penerapan Konsep mencakup semua sub ranah dalam ranah kognitif
b.  Kinerja Ilmiah mencerminkan semua aktivitas Sains yang melatih dan mengembangkan baik keterampilan sains dan sikap ilmiah.
Untuk memasukkan nilai pada rapor,  semua nilai Pemahaman dan penerapan konsep yang mencakup semua sub ranah kognitif dimasukkan ke dalam aspek Pemahaman dan Penerapan Konsep, sedangkan semua nilai yang berhubungan dengan aktifitas sains yang melatih dan mengembangkan keterampilan sains dan Sikap Ilmiah, dimasukkan ke dalam aspek Kinerja Ilmiah.

13. Kimia
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia dikelompokkan dalam:
a.  Pemahaman konsep dan  Penerapannya
b.  Kerja Ilmiah
Sedangkan aspek penilaiannya dikelompokkan menjadi:
a.  Pemahaman dan penerapan konsep
b.  Kinerja Ilmiah
Alasan:
a.  Pemahaman dan Penerapan Konsep Kimia mencakup semua sub ranah dalam ranah kognitif
b. Kinerja Ilmiah mencerminkan semua aktivitas Kimia yang melatih dan mengembangkan baik keterampilan Kimia dan sikap ilmiah
Untuk memasukkan nilai pada rapor,  semua nilai Pemahaman dan penerapan konsep yang mencakup semua sub ranah kognitif dimasukkan ke dalam aspek Pemahaman dan Penerapan Konsep, sedangkan semua nilai yang berhubungan dengan aktifitas sains yang melatih dan mengembangkan keterampilan sains dan Sikap Ilmiah, dimasukkan ke dalam aspek Kinerja Ilmiah.

14. Biologi
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi dikelompokkan dalam:
a.  Pemahaman konsep dan  Penerapannya
b.  Kerja Ilmiah
Sedangkan aspek penilaian dikelompokkan menjadi:
a.  Pemahaman dan penerapan konsep
b.  Kinerja Ilmiah
Alasan:
a.  Pemahaman dan Penerapan Konsep Biologi mencakup semua    sub ranah dalam ranah kognitif
b. Kinerja Ilmiah mencerminkan semua aktivitas sains yang melatih dan mengembangkan baik keterampilan sains dan sikap ilmiah
Untuk memasukkan nilai pada rapor,  semua nilai Pemahaman dan penerapan konsep yang mencakup semua sub ranah kognitif dimasukkan ke dalam aspek Pemahaman dan Penerapan Konsep, sedangkan semua nilai yang berhubungan dengan aktifitas sains yang melatih dan mengembangkan keterampilan sains dan Sikap Ilmiah, dimasukkan ke dalam aspek Kinerja Ilmiah.

15. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Standar kompetensi untuk mata pelajaran Teknologi Informatika dan Komunikasi  dikelompokkan dalam:
a.  Pemahaman Konsep, Pengetahuan, dan Operasi Dasar,
b.  Pengolahan Informasi untuk Produktivitas, dan
c.  Pemecahan masalah, eksplorasi, dan komunikasi.
Aspek penilaian dalam rapor adalah:
a.  Etika Pemanfaatan dan Pemahaman Komponen/ Perangkat,
b.  Pengolahan dan Pemanfaatan Informasi, dan
c.  Tugas Proyek
Dengan demikian, semua nilai yang berkaitan dengan Pemahaman Konsep, Pengetahuan, dan Operasi Dasar, dimasukkan ke dalam aspek penilaian Etika Pemanfaatan dan Pemahaman Komponen/ Perangkat. Nilai Pengolahan Informasi untuk Produktivitas, dimasukan ke dalam aspek penilaian Pengolahan dan Pemanfaatan Informasi, Nilai Pemecahan masalah, eksplorasi, dan komunikasi dimasukkan ke dalam aspek penilaian  Tugas Proyek.

16. Keterampilan
Standar Kompetensi mata pelajaran Keterampilan dikelompokkan dalam:
a.  menciptakan dan mengkomunikasikan produk kerajinan, dan
b.  menciptakan dan mengkomunikasikan produk teknologi.
Aspek penilaiannya dalam rapor adalah:
a.  Kreasi Produk Kerajinan,
b.  Kreasi Produk Teknologi
Dengan demikian, semua nilai yang diperoleh dari kreasi tangan yang menggunakan bahan dengan tehnik tertentu atau tehnik campuran dimasukkan ke dalam nilai Kreasi Produk Kerajinan. Sedangkan, semua nilai yang diperoleh dari kreasi dengan bantuan peralatan teknologi (seperti pada pembuatan dan pengawetan makanan, serta Teknologi Tanaman, Tehnik Cetak Foto, dan Tehnik Listrik) dimasukkan dalam nilai Kreasi Produk Teknologi. Perlu diingat, nilai kreasi juga termasuk nilai apresiasi dan etika kerja.

17. Bahasa Asing
Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan. Siswa dapat memilih salah satu dari Bahasa Asing yang disediakan oleh sekolah. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Asing SMU dikelompokkan dalam aspek:
a.  Mendengarkan,
b.  Berbicara,
c.  Membaca dan
d.  Menulis.
Aspek Penilaiannya juga dikelompokkan dalam aspek:
a.  Mendengarkan,
b.  Berbicara,
c.  Membaca dan
d.  Menulis.
Sehingga ketika akan memasukkan nilai dalam rapor , nilai dari masing-masing aspek dalam Standar Kompetensi disimpulkan kemudian dimasukkan sesuai dengan aspek dalam penilaian

D.  MEKANISME PENENTUAN NAIK KELAS DAN TINGGAL KELAS
1.  Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun
2.  Siswa dinyatakan naik kelas, apabila yang bersangkutan telah mencapai kriteria ketuntasan minimal pada semua indikator, hasil belajar (HB), kompetensi dasar (KD), dan standar kompetensi (SK) pada semua mata pelajaran.
3.  Siswa dinyatakan harus mengulang di kelas yang sama bila, a) memperoleh nilai kurang dari kategori baik pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia  b) Jika peserta didik tidak menuntaskan KD dan SK lebih dari 3 mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran sampai pada batas akhir tahun ajaran, dan c) Jika karena alasan yang kuat, misal karena gangguan kesehatan fisik, emosi atau mental sehingga tidak mungkin berhasil dibantu mencapai kompetensi yang ditargetkan.
4.  Ketika mengulang di kelas yang sama, nilai siswa untuk semua indikator, KD, dan SK yang ketuntasan belajar minimumnya sudah dicapai, minimal sama dengan yang dicapai pada tahun sebelumnya.

10:32 AM | 0 comments | Read More