Powered By Blogger
free counters

Followers

MEDIA PEMBELAJARAN

Written By Dhani oktaviar on Friday, February 26, 2010 | 12:54 PM

Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995 : 136) adalah “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”.

Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :
“media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”.

a. Jenis – jenis Media pembelajaran
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat – sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
1. Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film strip, atau overhead proyektor.
2. Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun yang tidak bersuara.
3. Rekaman bersuara baik dalam kaset maupun piringan hitam.
4. Televisi
5. Benda – benda hidup, simulasi maupun model.
6. Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).

Penggolongan media yang lain, jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1. Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media Audio, media Visual dan media Audio Visual.
2. Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput yang terbatas dengan ruang dan tempat dan media pengajaran individual.
3. Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi media sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek.
4. Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

b. Manfaat media pembelajaran
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan.
Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata – katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3) Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
4) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :

1) Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
2) Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
3) Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
4) Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
5) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
6) Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
7) Membangkitkan motivasi belajar
8) Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
9) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
10) Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)
11) Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.


c. Prinsip - prinsip memilih media pembelajaran
Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
1) Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).
2) Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi
3) Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.
Selain yang telah penulis sampaikan di atas, prinsip pemilihan media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 238) yaitu:
Tujuan, Keterpaduan (validitas),Keadaan peserta didik, Ketersediaan,Mutu teknis, Biaya
Selanjutnya yang perlu kita ingat bersama bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau materi pembelajaran secara tuntas.
http://wijayalabs.blogspot.com/2007/11/media-pembelajaran.html


Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media


Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar mempelajari bahasa asing. Namun demikian tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.
Tehnologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran bahasa asing akan lebih optimal. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Namun kebanyakan pengajar tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran bahasa.
Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.
Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajar bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
12:54 PM | 0 comments | Read More

Masalah dalam Pembelajaran Multimedia

Tidak dapat disangkal bahwa terpaan teknologi berupa perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware) sudah sekian menyatu dengan kehidupan manusia modern. Dalam bidang pembelajaran, kehadiran media pembelajaran misalnya sudah dirasakan banyak membantu tugas guru dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam era teknologi dan informasi ini, pemanfaatan kecanggihan teknologi untuk kepentingan pembelajaran sudah bukan merupakan hal yang baru lagi. Salah satu media pembelajaran baru yang akhir-akhir ini semakin menggeserkan peranan guru hidup adalah teknologi multimedia yang tersedia melalui perangkat komputer.
Dengan teknologi ini, kita bisa belajar apa saja, kapan saja dan di mana saja.
Di Indonesia, meskipun teknologi ini belum digunakan secara luas namun cepat atau lambat teknologi ini akan diserap juga ke dalam sistem pembelajaran di sekolah. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa persoalan yang muncul sebagai akibat dari diterapkannya teknologi ini dalam latar pendidikan.
Pertama, berkaitan dengan orientasi filosofis. Ada dua masalah orientasi filosofis yang muncul akibat penerapan teknologi multimedia ini yakni masalah yang berasal dari pandangan kaum objektivis dan yang berasal dari pandangan kaum konstruktivis.
Kaum objektivis menilai desain multimedia sebagai sesuatu yang sangat riil yang dapat membantu pendidikan siswa menuju kepada tujuan yang diharapkan (Jonassen, 1991).
Materi yang berwujud pengetahuan atau ketrampilan yang hendak dicapai oleh siswa harus dirancang secara jadi oleh para pengembang instruksional dan dikemas dalam teknologi multimedia ini.
Sebaliknya kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan hendaklah dibentuk oleh siswa sendiri berdasarkan penafsirannya terhadap pengalaman dan gejala hidup yan dialami (Merril, 1991).
Oleh karena itu, pengetahuan haruslah bersifat tidak terstruktur dan dibentuk sendiri oleh siswa. Belajar adalah suatu interpretasi personal terhadap pengalaman dan kenyataan hidup yang dialami.
Berdasarkan pandangan ini maka belajar bersifat aktif, kolaboratif dan terkondisi dalam konteks dunia yang riil.
Kedua, berhubungan dengan lingkungan belajar. Lingkungan belajar multimedia interaktif dapat dikategorikan dalam tiga jenis yakni lingkungan belajar preskriptif, demokratis dan sibernetik (Schwier, 1993).
Masing-masing lingkungan belajar memiliki orientasi dan kekhasan sendiri-sendiri.
Lingkungan preskriptif menekankan bahwa prestasi belajar merupakan pencapaian dari tujuan-tujuan belajar yang ditetapkan secara eksternal.
Interaksi belajar terjadi antara siswa dengan bahan-bahan belajar yang sudah tersedia dan belajar merupakan suatu kegiatan yang bersifat prosedural.
Lingkungan belajar demokratis menekankan kontrol proaktif siswa atas proses belajarnya sendiri, yang mencakup penetapan tujuan belajar sendiri, kontrol siswa terhadap urutan-urutan pembelajaran, hakekat pengalaman dan kedalaman materi belajar yang dicarinya.
Sedangkan lingkungan belajar sibernetik menekankan saling ketergantungan antara sistem belajar dan siswa.
Ketiga, berhubungan dengan desain instruksional.
Pada umumnya, desain pembelajaran multimedia dibuat berdasarkan besar kecilnya kontrol siswa atas pembelajarannya.
Sebagian besar peneliti mengatakan bahwa siswa bisa diberdayakan melalui kontrol yang lebih besar atas belajarnya tetapi siswa bisa juga dihambat melalui kontrol atas belajarnya.
Dalam lingkungan yang demokratis dan sibernetik, kegiatan pembelajaran multimedia bervariasi dan tersedia untuk siswa pada saat kapan saja dan dalam berbagai bentuk sehingga bisa mernuaskan kebutuhan-kebutuhan yang ditetapkan siswa sendiri.
Dalam lingkungan belajar preskriptif, kontrol eksternal nampaknya dipaksakan selama tahap awal
belajar dan semakin berkurang ketika sudah terlihat kemajuan yang berarti dalam diri siswa berupa perubahan perilaku ke arah yang diharapkan.
Keempat, berkaitan dengan umpan balik. Sifat dari umpan balik dalam pembelajaran multimedia sangat bervariasi tergantung pada lingkungan di mana multimedia itu digunakan. Dalam lingkungan belajar preskriptif, umpan balik sering mengambil bentuk koreksi dan deteksi terhadap kesalahan yang dibuat. Dalam lingkungan belajar demokratis, umpan balik sering mengambil bentuk nasehat atau anjuran, yakni sekedar pemberitahuan kepada siswa tentang akibat-akibat yang muncul dari suatu pilihan tertentu atau juga berisi rekomendasi.
Dalam lingkungan belajar sibernetik, umpan balik merupakan suatu negosiasi atau perundingan. Siswa menetapkan arah atau petunjuk sendiri dan membuat pilihannya sendiri dan sistem belajar akan berusaha mempelajari pola-pola yang muncul sehubungan dengan kebutuhan siswa itu dan memberikan respon terhadap siswa dengan menyediakan tantangan-tantangan baru.
Kelima, sifat sosial dari jenis pembelajaran ini. Banyak kritik telah dilontarkan terhadap pembelajaran multimedia sebagai pembelajaran yang bersifat isolatif sehingga bertentangan dengan tujuan sosial dari sekolah. Siswa seolah-olah dikondisikan untuk menjadi individualis-individualis dan kontak sosial dengan teman-teman menjadi sesuatu yang asing.
Itulah beberapa masalah yang perlu diantisipasi bila suatu saat nanti sekolah memutuskan untuk menggunakan tekonologi multimedia dalam kegiatan pembelajarannya. Apapun teknologi yang akan dipergunakan hendaknya memperhatikan aspek-aspek tujuan pendidikan yang lebih luas seperti aspek psikologis, sosial, moral, di samping aspek kognitif-intelektualnya.
Salah satu usaha yang dikembangkan untuk mengantisipasi sejumlah potensi masalah di atas maka akhir-akhir ini perhatian pendidik mulai diarahkan kepada belajar kooperatif dalam pembelajaran multimedia (Klien & Pridemore, 1992). Hooper (1992) memperluas pendekatan belajar kooperatif ini dalam lingkungan belajar yang berbasis komputer.
Ia mengemukakan beberapa keuntungan dan penerapan belajar kooperatif dalam pembelajaran multimedia antara lain : 1) adanya ketergantungan dan tanggung jawab dari setiap anggota kelompok. 2) Adanya interaksi yang promotif di mana usaha seorang individu akan mendukung usaha anggota kelompok lainnya. 3) Kesempatan latihan untuk bekerjasama. 4) Pengembangan dan pemeliharaan kelompok. Proses kelompok yang terjadi di dalam lingkungan belajar ini bisa mendorong anggota kelompok untuk merefleksikan efektif atau tidaknya strategi yang digunakan.
12:40 PM | 1 comments | Read More

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Written By Dhani oktaviar on Sunday, December 27, 2009 | 2:43 PM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Karakteristik

Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian,
tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk
hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan
akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling
ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap
mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat
pada mahasiswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan
saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif
mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat
tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif
memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang
relatif sama atau sejajar.

Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001),
yaitu;
(1) Student Teams Achievement Division (STAD),
(2) Group Investigation,
(3) jigsaw,
(4) Structural Approach.

Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang
untuk kelas-kelas rendah adalah; (1) Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8
(setingkat TK sampai SD), dan Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada
pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah;
(1) belajar bersama dengan teman,
(2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman,
(3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok,
(4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok,
(5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri,
(8) mahasiswa aktif (Stahl, 1994).

Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) serta Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah;
(1) terdapat saling ketergantungan yang positif di antar anggota kelompok,
(2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu,
(3) heterogen,
(4) berbagi kepemimpinan,
(5) berbagi tanggung jawab,
(6) menekankan pada tugas dan kebersamaan,
(7) membentuk keterampilan sosial,
(8) peran guru/dosen mengamati proses belajar mahasiswa,
(9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.

Proses belajar terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (3-4 orang anggota), bersifat
heterogen tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan akademik, jender, suku, maupun
lainnya.

Prinsip Dasar

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang
diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Pendekatan yang
dimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan
tersebut diintegrasikan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang
memungkinkan mahasiswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Belajar
aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi
dalam proses belajar, tidak sekedar aktifitas fisik semata. Mahasiswa diberi kesempatan
untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap
materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam
kelompok. Mahasiswa dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan.
Kegiatan demikian memungkinkan mahasiswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan
kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan pengetahuannya.

Pendekatan konstruktivistik dalam model pembelajaran kooperatif dapat mendorong
mahasiswa untuk mampu membangun pengetahuannya secara bersama-sama di dalam
kelompok. Mereka didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang
dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan. Mahasiswa menafsirkan bersamasama apa yang mereka temukan atau mereka bahas. Dengan cara demikian, materi
pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai transfer dari dosen. Pengetahuan
dibentuk bersama berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di
dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok.
Ini berarti, mahasiswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga


pemahaman terhadap fenomena yang sedang dipelajari meningkat. Mereka didorong
untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama,
untuk kemudian membangun sudut pandang atau mengkonstruksi pengetahuannya secara
bersama pula. Hal ini merupakan realisasi dari hakikat konstruktivisme dalam
pembelajaran.

Pendekatan kooperatif mendorong dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
trampil berkomunikasi. Artinya, mahasiswa didorong untuk mampu menyatakan
pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menanggapinya dengan
tepat, meminta feedback serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan baik.
Mahasiswa juga mampu membangun dan menjaga kepercayaan, terbuka untuk menerima
dan memberi pendapat serta ide-idenya, mau berbagi informasi dan sumber, mau
memberi dukungan pada orang lain dengan tulus. Mahasiswa juga mampu memimpin dan
trampil mengelola kontroversi (managing controvercy) menjadi situasi problem solving,
mengkritisi ide bukan persona orangnya.

Model pembelajaran kooperatif ini akan dapat terlaksana dengan baik jika dapat
ditumbuhkan suasana belajar yang memungkinkan diantara mahasiswa serta antara
mahasiswa dan dosen merasa bebas mengeluarkan pendapat dan idenya, serta bebas
dalam mengkaji serta mengeksplorasi topik-topik penting dalam kurikulum. Dosen dapat
mengajukan berbagai pertanyaan atau permasalahan yang harus dipecahkan di dalam
kelompok. Mahasiswa berupaya untuk berpikir keras dan saling mendiskusikan di dalam
kelompok. Kemudian dosen serta mahasiswa lain dapat mengejar pendapat mereka
tentang ide-idenya dari berbagai perspektif. Dosen juga mendorong mahasiswa untuk
mampu mendemonstrasikan pemahamannya tentang pokok-pokok permasalahan yang
dikaji menurut cara kelompok.

Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan model pembelajaran
kooperatif mampu memotivasi mahasiswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan,
sehingga mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama secara
kreatif. Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di berbagai bidang


studi atau matakuliah, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat
konkrit.

Kompetensi

Kompetensi yang dapat dicapai melalui model pembelajaran kooperatif disamping;
(1) pemahaman terhadap nilai, konsep atau masalah-masalah yang berhubungan dengan
disiplin ilmu tertentu, serta
(2) kemampuan menerapkan konsep/memecahkan masalah, dan
(3) kemampuan menghasilkan sesuatu secara bersama-sama berdasarkan pemahamanterhadap materi yang menjadi obyek kajiannya, juga dapat dikembangkan
(4) softskills kemampuan berfikir kritis, berkomunikasi, bertanggung jawab, serta bekerja
sama. Tentu saja kemampuan-kemampuan tersebut hanya mungkin terbentuk jika
kesempatan untuk menghayati berbagai kemampuan tersebut disediakan secara memadai,
dalam arti, model pembelajaran kooperatif diterapkan secara benar dan memadai.

Materi

Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
adalah materi-materi yang menuntut pemahaman tinggi terhadap nilai, konsep, atau
prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di masyarakat. Materi ketrampilan
untuk menerapkan suatu konsep atau prinsip dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan.
Materi dapat berasal dari berbagai bidang studi, seperti bahasa, masalah-masalah sosial
ekonomi, masalah kehidupan bermasyarakat, peristiwa-peristiwa alam, serta ketrampilan
dan masalah-masalah lainnya.

Prosedur Pembelajaran

Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu;
orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan. Setiap langkah dapat
dikembangkan lebih lanjut oleh para dosen dengan berpegang pada hakekat setiap
langkah sebagai berikut:


1. Orientasi
Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk
memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana
strategi pembelajarannya. Dosen mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkahlangkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh mahasiswa, serta sistem
penilaiannya. Pada langkah ini mahasiswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau
sistem penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara dosen dan mahasiswa, namun pada
akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan bersama.

2. Kerja kelompok
Pada tahap ini mahasiswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran.
Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami
dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, browsing
lewat internet, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan
luasdan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama
dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit
waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran.

Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman
kegiatan. Sebaiknya panduan ini disiapkan oleh dosen. Panduan harus memuat tujuan,
materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota
kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai. Misalnya, mahasiswa
diharapkan dapat mengembangkan media tepatguna dalam pembelajaran. Untuk itu,
mahasiswa secara bersama-sama perlu berdiskusi, melakukan analisis terhadap
komponen-komponen pembelajaran seperti; kompetensi apa yang diharapkan dicapai
oleh peserta didik, materi apa yang dipelajari, strategi pembelajaran yang digunakan,
serta bentuk evaluasinya. Mahasiswa juga melakukan eksplorasi untuk mengembangkan
media tepatguna. Eksplorasi dapat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai
kesepakatan. Hasil eksplorasi dibahas dalam kelompok untuk menghasilkan media-media


pembelajaran tepatguna yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dosen
berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara
melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar mahasiswa, mengarahkan ketrampilan
kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.

3. Tes/Kuis
Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua mahasiswa telah mampu memahami
konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing mahasiswa
menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/
masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif
dan ketrampilan. Misalnya, bagaimana melakukan analisis pembelajaran? Mengapa perlu
melakukan analisis pembelajaran sebelum mengembangkan media? Mahasiswa dapat
juga diminta membuat prototype media tepatguna yang memiliki tingkat interaktif tinggi
dalam pembelajaran, dsb.

4. Penghargaan kelompok
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang
berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari
selisih antara skor dasar dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat
masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat mahasiswa di
dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor
rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi
kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat
penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat
penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat
penghargaan sebagai “Super Team”.

Anggota kelompok pada periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu
pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan dinamika kelompok di antara anggota kelompok dalam kelompok
tersebut. Di akhir tatap muka dosen memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah


dibahas pada pertemuan itu, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua
mahasiswa.

Evaluasi
Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai prates, selama pembelajaran, serta
hasil akhir belajar mahasiswa baik individu maupun kelompok. Selama proses
pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, ketrampilan dan kemampuan
berpikir serta berkomunikasi mahasiswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil
eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan atau
argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama,
merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama proses pembelajaran
berlangsung. Sedangkan prosedur evaluasi:

1.
Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat pemahaman mahasiswa
terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan ketrampilan.
2.
Penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan kelompok seperti,
kekohesifan, pengambilan keputusan, kerjasama, dsb.
Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi. Kriteria ini diperlukan
sebagai pedoman dosen dan mahasiswa dalam upaya mencapai keberhasilam belajar,
apakah sudah sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.

Penutup

Model pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang
ada padanya. Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan dosen dan
mahasiswa untuk terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda
dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Dosen yang terbiasa memberikan
semua materi kepada para mahasiswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat
secara berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut. Ketidaksiapan dosen untuk
mengelola pembelajaran demikian dapat diatasi dengan cara pemberian pelatihan yang
kemudian disertai dengan kemauan yang kuat untuk mencobakannya. Sementara itu,
ketidaksiapan mahasiswa dapat diatasi dengan cara menyediakan panduan yang antara
lain memuat cara kerja yang jelas, petunjuk tentang sumber yang dapat dieksplorasi, serta


deskripsi tentang hasil akhir yang diharapkan, system evaluasi, dsb. Kendala lain adalah
waktu. Strategi pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan
fleksibel, meskipun untuk topik-topik tertentu waktu yang diperlukan mungkin cukup dua
kali tatap muka ditambah dengan kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran.

Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kekuatan dalam
mengembangkan softskills mahasiswa seperti, kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis,
bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika kelemahan dapat diminimalkan, maka
kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu
peningkatan potensi mahasiswa secara optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan dosen
mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif. Dosen dapat mengembangkan
model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model ini para dosen
dapat mengembangkan model lain yang lebih meyakinkan.
2:43 PM | 0 comments | Read More

sejarah facebook

Written By Dhani oktaviar on Wednesday, September 23, 2009 | 3:32 PM

Facebook kini lagi booming!! Bukan hanya di kalangan masyarakat umum, namun juga di kalangan blogger. Facebook ternyata diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard.

Hebohnya, dalam waktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telah mendaftar Sejarah Facebookdan memiliki account di Facebook. Tak hanya itu, beberapa kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan Facebook. Zuckerberg pun akhirnya meminta bantuan dua temannya untuk membantu mengembangkan Facebook dan memenuhi permintaan kampus-kampus lain untuk bergabung dalam jaringannya. Dalam waktu 4 bulan semenjak diluncurkan, Facebook telah memiliki 30 kampus dalam jaringannya.

Dengan kesuksesannya tersebut, Zuckerberg beserta dua orang temannya memutuskan untuk pindah ke Palo Alto dan menyewa apartemen di sana. Setelah beberapa minggu di Palo Alto. Zuckerberg berhasil bertemu dengan Sean Parker (cofounder Napster), dan dari hasil pertemuan tersebut Parker pun setuju pindah ke apartemen Facebook untuk bekerja sama mengembangkan Facebook. Tidak lama setelah itu, Parker berhasil mendapatkan Peter Thiel (cofounder Paypal) sebagai investor pertamanya. Thiel menginvestasikan 500 ribu US Dollar untuk pengembangan Facebook.

Jumlah account di Facebook terus melonjak, sehingga pada pertengahan 2004 Friendster mengajukan tawaran kepada Zuckerberg untuk membeli Facebook seharga 10 juta US Dollar, dan Zuckerberg pun menolaknya. Zuckerberg sama sekali tidak menyesal menolak tawaran tersebut sebab tak lama setelah itu Facebook menerima sokongan dana lagi sebesar 12.7 juta US Dollar dari Accel Partners. Dan semenjak itu sokongan dana dari berbagai investor terus mengalir untuk pengembangan Facebook.

Pada September 2005 Facebook tidak lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa., Facebook pun membuka jaringannya untuk para siswa SMU. Beberapa waktu kemudian Facebook juga membuka jaringannya untuk para pekerja kantoran. Dan akhirnya pada September 2006 Facebook membuka pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail.

Selain menolak tawaran dari Friendster seharga 10 juta US Dollar, Zuckerberg juga pernah menolak tawaran dari Viacom yang ingin membeli Facebook seharga 750 juta US Dollar, dan tawaran dari Yahoo yang ingin membeli Facebook seharga 1 milyar US Dollar.

Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik Facebook terhadap user. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinya Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan Facebook setiap harinya. Rata-rata user menghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas di Facebook.
3:32 PM | 0 comments | Read More